Menuju konten utama

TII: Politik Identitas Berpotensi Terulang pada Pemilu 2024

TII melihat masih ada polarisasi politik dan politisasi isu-isu identitas yang disebabkan pada pemilu-pemilu sebelumnya.

TII: Politik Identitas Berpotensi Terulang pada Pemilu 2024
Petugas KPPS membentangkan surat suara DPR RI saat perhitungan suara pileg 2019 di TPS 008 Gambir Jakarta Pusat pada Rabu (17/4). tirto.id/Vincent

tirto.id - Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Arfianto Purbolaksono, berpendapat penggunaan politik identitas berpeluang besar terjadi pada penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

"Penggunaan politik identitas dalam pemilu dilakukan dengan politisasi terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Politik identitas berbasis SARA menjadi salah satu narasi politik yang dimainkan oleh para kontestan politik," ucap Arfianto dalam keterangan tertulis, Jumat, 28 Oktober 2022.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan politik identitas berpotensi kembali terjadi.

Kesatu, karena masih adanya polarisasi politik dan politisasi isu-isu identitas yang disebabkan pada pemilu-pemilu sebelumnya. Kedua, maraknya produksi isu dan amplifikasi konten kampanye di media sosial oleh para pendengung.

"Hal ini yang semakin mengentalkan polarisasi politik yang menggunakan politisasi isu-isu identitas," papar Arfianto. Ketiga, orientasi partai politik yang berkompetisi di pemilu hanya mementingkan suara. "Artinya partai-partai hanya berorientasi untuk merebut suara demi memenangkan pemilu atau setidaknya lolos dalam ambang batas parlemen."

Partai-partai tersebut menggunakan isu identitas berbasis SARA untuk mengambil suara dari para pemilih. Mereka tidak berpikir dampak dari penggunaan isu identitas dalam masyarakat.

Lantas terdapat upaya antisipasi oleh penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu guna merespons isu tersebut. Misalnya, KPU dan Bawaslu menata peraturan kampanye bersifat luring maupun daring agar secara tegas memberikan sanksi bagi peserta pemilu dan pilkada yang terbukti melakukan penggunaan politik identitas berbasis SARA dalam muatan kampanye.

Kedua, mendorong Polri menegakkan hukum kepada kelompok maupun individu yang menyebarkan ujaran kebencian berbasis politik identitas, dan yang melakukan tindakan intoleransi pada masa kampanye Pemilu dan Pilkada 2024.

Ketiga, mendorong penyelenggara pemilu bekerja sama dengan kelompok masyarakat sipil memberikan literasi digital kepada masyarakat agar dapat memilah informasi yang terkait dengan penggunaan politik identitas dalam pesta demokrasi dua tahun mendatang.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky