tirto.id - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menuturkan, praktik impor ilegal pakaian bekas dapat menghancurkan industri pakaian dan alas kaki nasional. Dia menilai jika hal itu terjadi maka banyak UMKM gulung tikar dan orang akan kehilangan pekerjaan.
"Jika sektor ini terganggu, akan ada banyak orang kehilangan pekerjaan. Karena pada 2022, proporsi tenaga kerja yang bekerja di industri TPT dan alas kaki pada industri besar dan sedang (IBS) menyumbang 3,45% dari total angkatan kerja. Pelaku UMKM yang menjalankan bisnis pakaian mencapai 591.390 dan menyerap 1,09 juta tenaga kerja," tutur Teten Masduki dikutip dari keterangan tertulis, Senin (20/3/2023).
Dia menjelaskan aktivitas impor ilegal pakaian bekas masih saja marak terjadi di Indonesia. Sejak 2019 hingga Desember 2022, Bea Cukai melalui kantor penindakan di Batam telah menyita 231 impor ilegal pakaian bekas. Tidak hanya itu, kantor pengawasan dan pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Entikong juga tengah melakukan penindakan sebanyak 82 kali, KPPBC Tanjung Priok melakukan 78 kali penindakan.
Kemudian, KPPBC Sintete sebanyak 58 kali penindakan, KPPBC Tanjung Pinang 52 kali penindakan, KPPBC Teluk Nibung 33 penindakan , KPPBC Tanjung Balai Karimun 32 penindakan , KPPBC Ngurah Rai 25 kali penindakan dan KPPBC Atambua 23 kali penindakan.
Hadirnya impor ilegal pakaian bekas tersebut akan membunuh keberlangsungan usaha bisnis banyak UMKM. Penyebab industri tekstil dan produk tekstil (TPT), pengolahan kulit dan alas kaki di dominasi oleh sektor mikro dan kecil, yaitu sebesar 99,64% berdasarkan data sensus BPS pada 2020.
Aktivitas Impor Ilegal Ganggu Pendapatan Negara
Teten menuturkan maraknya aktivitas impor ilegal pakaian bekas di Indonesia dapat mengganggu pendapatan negara. Menurut data BPS tahun 2022, sektor industri pengolahan menyumbang 18,34% dari produk domestic bruto menurut lapangan usaha harga berlaku, dimana industri pengolahan TPT berkontribusi sangat besar yaitu senilai Rp201,46 triliun.
Lalu di sektor industri pengolahan dan industri pengolahan barang dari kulit dan alas kaki berkontribusi Rp48,125 triliun atau 1,34% PDB industri pengolahan. Teten menuturkan, aktivitas tersebut membuat Indonesia mengalami kebanjiran tekstil.
Pada 2022, dia merinci dari data yang dihimpun SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional) KLHK, tekstil menyumbang sebanyak 2,54% dari total sampah nasional berdasarkan jenis sampahnya. Estimasinya mencapai 1,7 ribu ton per tahun.
Sumbangan sampah tekstil ini bisa semakin menggunung. Berkaca dari laporan greenpeace berjudul 'Poisoned Gifts', sebanyak 59,000 ton sampah tekstil didatangkan ke Chile dari berbagai penjuru dunia. Ironisnya, sampah-sampah ini menumpuk hingga menjadi gunung di Atacama. Kebanyakan sampah-sampah tekstil ini juga berasal dari pakaian bekas impor yang tidak terjual lagi.
Sebab itu, Teten menuturkan pihaknya sepakat dengan beberapa e-commerce seperti Lazada dan Shopee, untuk menutup akses masuk (seller crossborder) 13 produk dari luar negeri pada 2021.
Ke-13 produk tersebut yaitu hijab, atasan muslim wanita, bawahan muslim wanita, dress muslim, atasan muslim pria, bawahan muslim pria, outerwear muslim, mukena, pakaian muslim anak, aksesoris muslim, peralatan sholat, batik dan kebaya. Alasannya, ke-13 item produk ini sudah banyak diproduksi oleh ibu-ibu, perempuan Indonesia di sejumlah daerah.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebutkan, impor baju dan sepatu bekas di Indonesia bisa menekan market industri dalam negeri, terutama bagi brand- brand lokal.
“Impor baju dan sepatu bekas tersebut akan terus menekan industri dalam negeri lebih jauh dan akan ada terjadinya efisiensi (pekerja),” kata Ahmad saat dihubungi Tirto, Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Dia menambahkan, impor baju bekas akan membuat konsumen mempunyai pilihan dan itu wajar. Apalagi produk impor tersebut bagus, berasal dari luar negeri dan didominasi oleh merek internasional dengan harga lebih murah Impor tersebut akan berdampak pada brand internasional yang mempunyai pabrik di Indonesia, misalnya sepatu Adidas. Pabrik yang produksi sepatu Adidas bakal tertekan dengan adanya impor tersebut.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Intan Umbari Prihatin