tirto.id - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan ancaman teror di Indonesia dipengaruhi oleh jaringan dan dinamika di Suriah dan Afghanistan. Tito membagi dua kelompok terorisme di negara ini.
“Al Qaeda yang berhubungan dengan Jamaah Islamiyah (JI) dan ISIS yang berhubungan dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD),” ujar Tito di Bekasi, Kamis (27/9/2018). Saat ini, lanjut dia, kelompok JAD banyak bermain.
Tito berpendapat, kelompok yang ada di Indonesia mendapatkan ‘oksigen baru’ dengan adanya jaringan dan dinamika tersebut.
Menurut Tito, ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menanggulangi terorisme, yakni keras (hard approach) dan lembut (soft approach). Untuk cara keras, kata Tito, Polri dibantu oleh TNI dan intelijen.
Pendekatan hard approach, kata Tito, biasanya dilaksanakan dengan mendorong aparat penegak hukum (Polri, Kejaksaan Agung, dan Hakim) dengan didukung oleh TNI untuk melaksanakan penegakan hukum secara transparan dan profesional.
Sedangkan soft approach (lembut) dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan melaksanakan program deradikalisasi dan kontra radikalisasi.
“Program ini untuk menangani jaringan atau sistem internet yang digunakan kelompok tersebut. Juga menangani permasalahan lokal yang membuat ideologi ini bisa berkembang,” jelas Tito.
Untuk program deradikalisasi, kata Tito, akan dilakukan kepada pelaku aksi teror, keluarga dan simpatisan. Sementara untuk program kontra radikalisasi, akan dilakukan kepada masyarakat umum untuk meningkatkan daya tangkal terhadap paham radikal terorisme.
Tito juga menjelaskan, ada empat syarat yang harus dilakukan untuk memperkuat penegakan hukum yakni kemampuan deteksi aparat, kemampuan penanganan dan penyidikan secara ilmiah, aparat memiliki kemampuan menyerang di segala medan, serta adanya undang-undang pemberantasan tindak pidana terorisme yang memadai dalam penegakan hukum.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto