tirto.id - Achmad Baidlowi, Sekretaris Fraksi PPP, terlihat terburu-buru Selasa (19/1/2021) siang pukul 13.45 WIB. Dari ruang kerjanya di lantai 15 Gedung Nusantara I DPR RI, Awiek—sapaan akrabnya—harus segera menuju Gedung Nusantara II untuk rapat dengan Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI.
Bersama beberapa stafnya, ia menggunakan lift nomor dua di gedung itu—lift yang sama kerap digunakan anggota DPR RI lain. Namun, baru sampai di lantai 10, tiba-tiba lift macet sekitar lima menit.
Saat menunggu, Awiek membuat video. “Kami terjebak di lift lantai 10 di Gedung DPR RI. Ini kami sudah terjebak lima menit,” kata dia dalam video singkat yang diterima redaksi Tirto. Video itu juga beredar di wartawan media lain.
Ada jeda sampai lima menit lagi hingga akhirnya pintu lift terbuka. Awiek dan para stafnya terjebak kurang lebih 10 menit. “Setelah itu keluar. Menunggu lagi empat menitan. Lagi nunggu, lift-nya enggak kunjung turun dan datang, terpaksa turun pakai tangga,” kata dia saat dihubungi wartawan Tirto, Rabu (20/1/2021) siang.
Di video yang sama Awiek mengaku kalau kejadian terjebak di lift bukan kali ini saja. Bahkan, kata dia, di hari dirinya terjebak sudah ada tiga lift mengalami hal serupa.
“Jadi kalau ada renovasi di DPR terkait lift itu bukan mengada-ada, tapi memang untuk keselamatan,” kata dia.
Video itu diakhiri dengan pernyataan Awiek bahwa jika ada usul renovasi segala fasilitas dan infrastruktur gedung DPR, warga sipil dan publik harus bisa memahami kebutuhan itu. Bukan lantas serta merta mengkritik dan menolak.
Kejadian yang menimpa Awiek memang bukan barang baru. Di DPR memang kerap terjadi berbagai insiden. Selain lift macet juga kebakaran dan kerusakan-kerusakan lainnya—terutama di daerah di mana para anggota DPR RI bekerja.
Pada September 2019 lalu misalnya. Anggota Komisi XI Fraksi Partai Nasdem, Johnny G. Plate, saat ini menjabat Menkominfo, mengeluh kepada Menkeu Sri Mulyani bahwa lift gedung anggota dewan sudah tua dan perlu direnovasi. Kata Johnny, pemerintah perlu memperhatikan masalah anggaran perbaikan ini.
Di awal pandemi tahun 2020, giliran lantai 8 Gedung Nusantara III kebakaran. Lima unit mobil pemadam kebakaran sampai harus dikerahkan untuk mengatasi api. Pemicu kebakaran itu diduga berasal dari lantai dua.
Sepanjang 2017 hingga 2018 pun terjadi beberapa kali kebakaran. Pada 19 Maret 2018 dan 17 November 2017 kebakaran terjadi di Gedung Nusantara III. Para pimpinan DPR RI bekerja di gedung itu. Kebanyakan kasus tersebut muncul karena hubungan listrik arus pendek.
Pada Juni 2017 kebakaran terjadi di Gedung Nusantara II—tempat para anggota DPR rapat dan paripurna. Kali ini terjadi di lantai tiga, tempat banyak ruang panitia khusus untuk membahas RUU. Lagi-lagi, kebakaran diduga karena arus pendek.
Beberapa kejadian di atas menegaskan kalau memang gedung DPR RI—termasuk fasilitas dan infrastruktur pendukungnya—sudah terlalu tua dan butuh gedung baru. Solusi ini telah diusulkan sejak 2010, saat Ketua DPR RI masih dipegang Marzuki Alie. Sejak itu pula usul ini ditentang oleh publik karena dianggap buang-buang anggaran.
Usul itu kembali muncul pada 2014 dengan rencana dana sebesar Rp1,8 triliun. Itu artinya per satu meter persegi menghabiskan dana sebesar Rp10,9 juta. Fasilitas yang dirancang pun termasuk kolam renang dan spa.
Bahkan hingga 2018, keinginan DPR RI untuk memiliki gedung baru tak kunjung surut. Meski pada 2017, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pernah mewanti-wanti jika proyek gedung baru di DPR RI rentan menjadi seperti kasus e-KTP.
Jangan Berlebihan
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai memang perbaikan berbagai fasilitas vital di DPR RI dibutuhkan—sebagaimana pun buruknya kinerja lembaga itu.
Formappi adalah salah satu lembaga yang lantang mengkritik kinerja DPR tiap tahun.
Namun, kata dia, yang perlu diperhatikan oleh para anggota dewan adalah kebutuhan itu jangan sampai memakan biaya terlalu besar yang cenderung seperti bancakan proyek. Ia mengingatkan bahwa Indonesia masih diterpa pandemi COVID-19 dan beberapa bencana alam.
“Upaya perbaikan lift harus dikontrol ketat agar tak asal-asalan. Anggaran sedapat mungkin dihemat untuk kebutuhan publik yang lebih urgen saat ini,” kata dia saat dihubungi wartawan Tirto, Rabu (20/1/2021) malam.
Menurut Lucius, jangan sampai keluhan anggota DPR terkait kerusakan fasilitas dijadikan legitimasi untuk mengajukan proyek besar-besaran.
“Ini tentu terlihat miskin empati ketika pemerintah tengah disibukkan dengan berbagai bencana yang terjadi di seluruh Indonesia,” kata dia.
“Jangan sampai DPR menjadi cengeng untuk meminta anggaran berlebih untuk pengadaan lift baru di tengah tuntutan penanganan bencana yang pasti menyedot anggaran negara dalam jumlah yang banyak.”
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino