Menuju konten utama
Psikologi

Teori Kesadaran Carl G. Jung & Asal-usul Perdebatannya dengan Freud

Apa yang dimaksud dengan ego, ketidaksadaran pribadi, dan ketidaksadaran kolektif dalam teori kesadaran Carl G. Jung?

Teori Kesadaran Carl G. Jung & Asal-usul Perdebatannya dengan Freud
Ilustrasi. Getty Images/iStockphoto.

tirto.id - Carl Gustav Jung mengembangkan teori kesadaran yang berbeda dari pendahulunya. Namun, justru karena hal itu ia disingkirkan dari Asosiasi Psikoanalisis Internasional. Pembaruan yang dibawa Jung juga membuat dia berselisih paham dengan sang guru, Sigmund Freud, sehingga hubungan keduanya retak.

Meskipun begitu, teori kesadaran yang dirumuskan oleh Jung kemudian menjadi fondasi cabang kajian baru yang dikenal sebagai psikologi analitik.

Pada mulanya, setelah saling berkirim surat selama setahun penuh, Carl Gustav Jung akhirnya memberanikan diri datang ke Wina, Austria, untuk bertemu Sigmund Freud. Pertemuan keduanya pada 3 Maret 1907 dikenal sebagai momen bersejarah dalam perkembangan ilmu psikologi.

Saat itu, Jung berada di awal usia 30-an, sementara Freud sudah berusia 51 tahun. Freud sangat terkesan dengan semangat dan kecerdikan Jung dalam memaparkan teori kesadaran, simbol, dan ketidaksadaran.

Freud, yang ambisius dan keras kepala, melihat refleksi dirinya sendiri di usia muda. Ia merasa bahwa Jung punya bakat untuk meneruskan psikoanalisis, cabang ilmu yang ia dirikan.

Bagaimanapun juga, Freud butuh penerus. Psikoanalisis harus tetap hidup dan Freud melihat bahwa Jung adalah "putra mahkota" yang layak sebagai penggantinya.

"Jung adalah pewarisku, penerus, dan putra mahkota yang memasuki Tanah yang Dijanjikan [psikoanalisis]," ujar Freud, sebagaimana dikutip dari Historacle.

Pertemuan pertama Jung dan Freud berlangsung selama 13 jam. Mereka bercakap, berdiskusi, dan membahas ide masing-masing tak putus-putus.

Kesan Freud memang tak salah, refleksi kekeraskepalaan dirinya pada Jung memang ada. Namun, justru itu yang kelak memancing pertengkaran dan putusnya hubungan keduanya, lima tahun kemudian.

Freud memposisikan dirinya sebagai bapak bagi Jung. Sebagai bapak yang keras kepala, ia tak ingin pendapatnya dibantah, apalagi disalahkan. Sebaliknya, Jung yang juga sama keras kepalanya memiliki pendapat yang berbeda dengan Freud.

Pada 1912, keduanya berpisah dan tidak menemukan kesesuaian pandangan lagi satu sama lain.

Salah satu poin perbedaan pendapat Freud dan Jung adalah pandangan mengenai kesadaran. Freud berpendapat, bahwa kesadaran terbagi menjadi 3, yaitu id, ego, dan superego.

Adapun Jung mengajukan konsep lain, yaitu ego, ketidaksadaran personal, dan ketidaksadaran kolektif. Kelahiran teori kesadaran Jung ini tak lepas dari kegemarannya dalam membaca mitos, teks agama, legenda, dan kearifan dunia Timur.

Karena itulah, Jung kerap digambarkan dengan sinis oleh rekan Freud (setelah perselisihan) sebagai "seorang ahli ilmu gaib, okultis, pengamat jiwa Tuhan yang sulit dijangkau logika."

Pemikiran Jung ditolak dalam Asosiasi Psikoanalisis Internasional, kelompok yang didominasi oleh Freud. Kendati demikian, teori kesadarannya dikaji dan diterima luas oleh khalayak psikologi pada umumnya.

Ringkasan Teori Kesadaran Menurut Carl G. Jung

Secara definitif, kesadaran dapat diartikan dalam beberapa konsep berlainan, sebagaimana disampaikan Adam Zeman dalam Jurnal Brain yang terbit pada 2001.

Menurut Zeman, kesadaran dapat diartikan sebagai kondisi terjaga. Umumnya, ia disamakan dengan kondisi bangun (tidak tidur). Pengertian ini menggambarkan kesadaran dalam sejumlah tingkatan, yaitu dari kondisi terjaga (bangun), tidur, pingsan, sampai koma.

Di sisi lain, kesadaran juga bisa disamakan dengan pikiran. Dalam pengertian ini, kesadaran digambarkan sebagai keadaan mental yang berisi keyakinan, harapan, kekhawatiran, keinginan, dan sebagainya.

Konsep kesadaran inilah yang digali secara mendalam dan dijabarkan oleh Carl Gustav Jung. Berikut ini ringkasan poin-poin penting teori kesadaran Jung, sebagaimana dikutip dari uraian "Kesadaran" yang diterbitkan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

1. Ego

Ego merupakan keadaan sadar pada diri manusia, yang terdiri atas persepsi, ingatan, pikiran, keyakinan, dan perasaan. Sebagian besar perilaku manusia lahir dari ego yang ia miliki. Ego merupakan bagian dari mental-kejiwaan manusia yang membuat ia sadar pada dirinya sendiri.

Sebagai misal, seorang mahasiswa memutuskan untuk berangkat kuliah. Ia sadar bahwa kuliah itu penting bagi masa depannya. Persepsi itu merupakan bagian dari ego yang membentuk perilaku manusia sehari-hari.

2. Ketidaksadaran Pribadi/Personal (Personal Unconsciousness)

Ketidaksadaran personal adalah struktur mental yang dekat hubungannya dengan ego. Sebab, ia terdiri dari pengalaman masa silam yang awalnya disadari, tetapi terlupakan.

Dalam perkembangannya, pengalaman yang terlupakan itu memengaruhi mental-perilaku individu. Inilah yang dikenal sebagai ketidaksadaran personal. Seseorang tidak sadar bahwa pengalamannya pada masa silam sudah membentuk perilakunya di masa sekarang.

Sebagai misal, seorang anak yang kerap dimarahi oleh ayahnya di masa kecil, kemudian secara tidak sadar sudah terpengaruh oleh kejadian masa lalu itu saat ia dewasa. Ia menjadi orang yang mudah tersinggung dan mewarisi temperamen ayahnya sendiri.

3. Ketidaksadaran Kolektif (Collective Unconsciousness)

Ketidaksadaran kolektif merupakan bekas ingatan yang diwariskan secara genetik dari leluhur masa lampau. Bisa jadi, warisan ingatan dari nenek moyang manusia, bahkan ketika masih berbentuk organisme lain, sesuai teori evolusionisme.

Sebagai misal, sebuah penelitian menunjukkan bahwa sepertiga anak-anak Inggris takut terhadap ular di usia enam tahun. Fenomena ini cukup mengherankan karena jarang ditemukan ular di wilayah Inggris.

Rasa takut tersebut bisa dijelaskan berdasarkan konsep ketidaksadaran kolektif. Bisa jadi, pada masa silam, nenek moyang manusia di Inggris mempunyai pengalaman buruk dengan ular. Ketakutan pada ular itu lantas diwariskan secara genetik dan terbentuk dalam ketidaksadaran kolektif yang dimiliki oleh anak-anak di Inggris.

Baca juga artikel terkait PSIKOANALISIS atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom

Artikel Terkait