tirto.id - Peringatan Harlah (Hari Lahir) NU berlangsung pada tanggal 28 Januari 2024 atau 16 Rajab 1445 H dan dilanjutkan rangkaian kegiatan pada 29-30 Januari 2024. Tahun ini, NU merayakan hari lahirnya yang ke-101.
Rangkaian kegiatan disusun untuk menyambut hari lahir NU. Beberapa kegiatan Harlah NU, seperti Halaqah Nasional, Konferensi Besar (Konbes) NU, dan Puncak Harlah.
Pelaksanaan Halaqah Nasional dan Konbes NU akan melibatkan seluruh utusan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) se-Indonesia, baik jajaran syuriyah maupun tanfidziyah.
Selain itu, kegiatan tersebut turut mengundang ulama dan tokoh masyarakat. Total peserta diperkirakan mencapai 500 orang.
Tema Harlah NU 2024
Harlah NU ke-101 tahun 2024 mengusung tema “Memacu Kinerja, Mengawal Kemenangan Indonesia”. Tema ini telah resmi disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PBNU, Amin Said Husni di Kantor PBNU lantai 8.
Pemaknaan tema tersebut, yakni untuk menekankan pentingnya memanfaatkan momentum peringatan Harlah ke-101 guna memacu kinerja organisasi NU. Peringatan Harlah juga menjadi momentum strategis untuk meningkatkan performa jamiyah melalui konsolidasi, penguatan organisasi, dan jaringan.
Lebih dari satu abad, NU menjadi bagian dari negara Indonesia. Keberadaan NU turut membangun Indonesia dan akan berkomitmen mengawal kemenangan Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. .
Lokasi Harlah NU
Lokasi Harlah NU dipusatkan di Yogyakarta, tepatnya di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak dan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta. Sebagaimana dikutip dari laman NU Jateng bahwa seluruh kegiatan akan dilaksanakan sejak 29—31 Januari 2024 di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta.
Acara Puncak Harlah akan dilaksanakan pada 31 Januari 2024 di Kampus Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta sekaligus akan digelar peresmian gedung baru UNU Yogyakarta.
Sejarah Singkat Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU)
Proses pendirian NU diinisiasi para kiai ternama yang berasal dari Jawa Timur, Madura, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Para kiai tersebut menggelar pertemuan di kediaman K.H. Wahab Chasbullah di Surabaya.
Pertemuan tersebut membahas upaya agar Islam tradisional di Indonesia dapat dipertahankan sehingga dirasa perlu sebuah wadah khusus. Pelaksanaan pertemuan para kiai juga merupakan prakarsa dari K.H. Hasyim Asy’ari.
Upaya serupa untuk merintis sebuah wadah sebenarnya sudah dimulai oleh Kiai Wahab dengan mendirikan Nahdlatul Wathan yang artinya “Kebangkitan Tanah Air” pada 1914. Pergerakan yang digawangi Kiai Wahab menghadirkan perhimpunan baru pada 1918 yang bernama Nahdlatul Tujjar atau “Kebangkitan Para Pedagang”.
Setahun setelahnya, berdiri majelis diskusi dan madrasah yang dinamakan Taswirul Afkar. Madrasah tersebut dijadikan tempat mengaji dan belajar ilmu agama bagi anak-anak. Kiai Wahab dan Kiai Mas Mansur berperan penting dalam pembentukan madrasah.
Adapun Kiai Haji Mas Mansur nantinya dikenal sebagai ulama Muhammadiyah. Ia bahkan merupakan murid langsung dari pendiri organisasi Islam-pembaharu, Kiai Ahmad Dahlan. Muhammadiyah nantinya berpolemik dengan golongan Islam tradisional yang pada sejarahnya nanti menjadi pemantik lahirnya NU.
Kiai Wahab dan kiai Islam tradisional lain merasa perlu membentengi Islam Nusantara karena tata cara ibadah mereka sering ditentang golongan Islam-reformis yang digawangi misalnya oleh Al-Irsyad dan Muhammadiyah pada dekade ketiga abad ke-20.
Rapat antar-organisasi Islam di Cianjur yang digelar pada awal 1926 menyatakan akan mengirim dua utusan ke Mekkah untuk menghadap Raja Ibn Sa’ud untuk membawa persoalan praktik keagaamaan Islam tradisional di Indonesia.
Akan tetapi, usulan itu tegas ditolah kelompok Islam-reformis. Penolakan inilah yang membuat golongan Islam-tradisional memutuskan mengambil jalan sendiri menghadap Raja Ibn Sa’ud untuk memperjuangkan kepentingan mereka.
Dikutip dari K.H. Abdul Wahab Hasbullah: Bapak dan Pendiri NU (1972) karya Saifuddin Zuhri, pada 31 Januari 1926, para kiai berkumpul di kediaman Kiai Wahab dan memutuskan membentuk suatu organisasi kemasyarakatan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang dinamakan Nahdlatul Ulama atau “Kebangkitan Para Ulama”. Begitulah sejarah mulanya pendirian NU yang kemudian disepakati 31 Januari 1926 sebagai hari lahir NU.
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Yulaika Ramadhani