Menuju konten utama

Taruna PIP Semarang Penganiaya Junior Divonis 10 Bulan Penjara

Korban dan kuasa hukumnya kecewa pada putusan itu lantaran dinilai terlalu ringan.

Taruna PIP Semarang Penganiaya Junior Divonis 10 Bulan Penjara
Ilustrasi penganiayaan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Enam taruna senior Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang dinyatakan terbukti bersalah menganiaya juniornya di kampus tersebut. Mereka dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan.

"Masing-masing terdakwa divonis penjara 10 bulan oleh majelis hakim yang dipimpin Kukuh Kalinggo Yuwono," ujar Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Haruno Patriadi, Senin (14/10/2024).

Keenam terdakwa itu bernama Moh. Daffa Khalfani, Zidan Arhamy, Ivan Yovie Prakoso, Putra Dwiyan Ranggalawe, Rakha Naufal Farrel Fathoni, dan Dimas Permadi.

Majelis Hakim PN Semarang memerintahkan agar vonis yang dijatuhkan itu dikurangi dengan masa tahanan sementara yang telah dijalani para terdakwa.

Menurut majelis hakim, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menganiaya korban berinisial MG secara bergantian pada 2 November 2022 di ruang fitness PIP Semarang.

Dalam kesaksiannya di persidangan sebelumnya, korban MG juga menyatakan hal serupa. Dia mengungkap praktik kekerasan yang dilakukan para senior kepada dirinya yang merupakan siswa baru.

"Saya dipukuli di bagian ulu hati dan bagian perut di ruang fitness Gedung Pusat Pembinaan Mental kampus PIP Semarang oleh senior," ujarnya pada 8 Agustus 2024.

Vonis Ringan

Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Semarang kepada keenam terdakwa lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Semarang. Sebelumnya, JPU meminta agar masing-masing terdakwa dihukum satu tahun penjara.

Atas vonis tersebut, JPUdan penasihat hukum para terdakwa menyatakan akan memikirkan lebih dulu langkah yang akan diambil.

Sementara itu, korban MG bersama kuasa hukumnya menegaskan ketidakpuasannya atas putusan Majelis Hakim PN Semarang. Hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa dinilai terlalu ringan.

"Hukuman yang diberikan terlalu ringan, apalagi mempertimbangkan beratnya dan banyaknya kerugian yang saya alami, seperti luka organ dalam dan trauma psikologis," ucap MG dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube LBH Semarang, Senin (14/10/2024).

Akibat kasus itu, korban juga kehilangan kesempatannya menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS).

Sementara itu, kuasa hukum korban dari LBH Semarang, Nico Wauran, mengatakan bahwapihaknya juga kecewa lantaran kasus yang dialami korban hanya dianggap sebagai kekerasan biasa.

Padahal, menurutnya, praktik kekerasan dan perundungan di PIP Semarang patut diusut secara tuntas. Dia meminta Kementerian Perhubungan untuk segera melakukan perbaikan sistem agar praktik serupa tidak terulang.

Kekerasan Berulang

Praktik senioritas dan kekerasan di kampus kedinasan PIP Semarang tidak hanya terjadi kali ini saja. Praktik serupa terjadi secara berulang pada tempo berbeda.

Pada 2021 silam, kekerasan taruna senior ke junior di PIP bahkan memakan korban jiwa. Saat itu, seorang taruna bernama Zidan Muhammad Faza meregang nyawa usai dipukul dan ditendang lima seniornya—pelakunya sudah divonis bersalah.

Oleh karena itu, LBH Semarang mendesak PIP Semarang untuk segera menghentikan perundungan, kekerasan, dan praktik senioritas yang berujung ke kekerasan agar tidak ada korban lainnya.

"Kami meminta PIP segera melakukan perbaikan dan evaluasi agar memutus budaya praktik kekerasan," tegas Nico.

LBH Semarang juga meminta Kementerian Perhubungan yang menaungi PIP Semarang untuk melakukan perbaikan sistem.

Menurut Nico, praktik-praktik senioritas dan kekerasan di kampus kedinasan sudah banyak terjadi. Dia mencontohkan, pada Mei 2024, terjadi kasus pemukulan di STIP Jakarta. Pada Februari 2023, taruna Poltekpel Surabaya dipukuli di kamar mandi kampus.

Namun, dia menilai, pemerintah dan kampus-kampus kedinasan tersebut seakan menutup mata dan menganggap kejadian kekerasan sebagai hal biasa.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN atau tulisan lainnya dari Baihaqi Annizar

tirto.id - Hukum
Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Fadrik Aziz Firdausi