tirto.id - Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyebutkan tarif moda raya terpadu (MRT) yang ideal berada di kisaran Rp10 ribu hingga Rp15 ribu.
Menurut Djoko, kisaran angka tersebut telah mempertimbangkan prasarana dan infrastruktur MRT yang tergolong baru.
Faktor kebaruan itulah yang lantas membedakan tarif antara MRT dengan KRL (kereta rel listrik). Djoko menilai tarif KRL yang relatif lebih murah wajar lantaran prasarana dan infrastrukturnya yang sudah ada sejak lama.
“Itu sudah [tarif dengan] subsidi ya. Kalau tidak subsidi bisa di antara Rp35 ribu hingga Rp40 ribu. Tapi di mana pun di dunia ini, kereta komuter itu disubsidi,” kata Djoko saat ditemui di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Rabu (12/12/2018).
Kendati memiliki penilaiannya sendiri terhadap tarif MRT yang ideal, namun Djoko tetap menyerahkan penetapan harga kepada pemerintah daerah.
Ia menilai penentuan tersebut pasti melalui studi yang memperhatikan kemampuan serta kemauan orang untuk membayar.
Berhubung adanya subsidi yang akan diberikan, Djoko juga menilai penetapan tarif harus mempertimbangkan kemampuan dari keuangan daerah.
“Tapi kalau di DKI Jakarta, saya kira mampu lah untuk memberi subsidi. Hanya saja memang jangan malah menjadi beban APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” ujar Djoko.
Sejumlah pendapatan bagi daerah untuk menambal subsidi pun bisa diupayakan. Djoko menyebutkan pendapatan untuk kereta komuter itu tidak bisa hanya mengandalkan dari penumpang saja.
Maka dari itu salah satu strategi yang bisa dilakukan ialah membangun kawasan berorientasi transit (TOD) di sekitar stasiun MRT.
“Pendapatan dari situ nanti dikelola. Lalu nanti kan ada dana masuk dari ERP (jalan berbayar elektronik), dan juga aturan ganjil genap. Hanya saja memang untuk ERP ini prosesnya masih panjang,” ungkap Djoko.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengaku masih menunggu keputusan pemerintah provinsi untuk menetapkan tarif MRT.
Meski begitu, William menyebutkan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) mengusulkan dua skema tarif, yakni seharga Rp8.500 dan Rp10 ribu.
“Angka itu sudah berdasarkan kerelaan masyarakat untuk membayar,” kata William.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Dipna Videlia Putsanra