tirto.id - Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam RAPBN 2017 bisa mencapai angka 5,2 persen. Namun pemerintah dan DPR bersepakat pertumbuhan ekonomi Indonesia 2017 lebih rendah yakni sebesar 5,1 persen. Hal ini disepakati dalam rapat kerja asumsi makro RAPBN 2017 dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (7/9/2016) malam.
Namun sebelum tercapai kesepakatan tersebut, Bank Indonesia (BI), Kementerian dan Keuangan (Kemenkeu) serta DPR harus menjalani perdebatan panjang. Bank Indonesia, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2017 tembus hingga 5,1-5,5 persen. Sementara Kementerian Keuangan memproyeksikan kisarannya 5,1-5,2 persen. Sedangkan Komisi XI DPR memproyeksikan 5,05 persen.
Gubernur BI Agus Martowardojo dalam rapat kerja itu menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih rendah daripada tahun ini. “BI melihat untuk titik untuk pertumbuhan ekonomi 2017 tumbuh lebih rendah dari yang semula, yaitu 5,2 persen," kata Agus seperti dilaporkan Antara.
BI memproyeksi sektor industri pengolahan, konstruksi, pengangkutan dan komunikasi akan menjadi sektor utama pendorong ekonomi pada tahun depan. Industri pengolahan akan tumbuh sejalan dengan membaiknya peningkatan domestik. Hal ini tercermin dengan akan beroperasinya pabrik baru seperti pabrik Indocement dan Mitsubishi, serta perusahaan lainnya pada tahun mendatang.
Sementara di sektor pengangkutan dan komunikasi juga akan semakin terdorong dengan beroperasinya Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno Hatta dan pelabuhan baru Tanjung Priok.
Lain halnya dengan Kementerian Keuangan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru menekankan agar Indonesia tidak mengandalkan sektor ekspor-impor sebagai mesin pertumbuhan ekonomi pada 2017. Sri Mulyani beralasan lemahnya perdagangan internasional di tahun mendatang bisa jadi buruk bagi pertumbuhan ekspor-impor.
"Satu catatan kita kalau bicara growth, tidak boleh mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari faktor luar negeri," kata Sri Mulyani.
Analisa Sri Mulyani ini didasarkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Cina. Di konferensi itu para negara peserta membahas perdagangan internasional 2017 yang akan melemah.
Di sisi lain, Sri Mulyani menjelaskan Cina sebagai mitra dagang Indonesia saat ini tengah memfokuskan pada perdagangan domestik dibanding perdagangan internasional. Demikian pula dengan Amerika Serikat dan Jepang juga belum menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam peningkatan perdagangan internasional.
Kendati demikian Sri Mulyani optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 masih bisa digerakkan dari sektor konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Menurutnya, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,1 persen pada 2016 dan diperkirakan masih bisa bertahan pada 2017 atau bahkan bisa tumbuh sedikit lebih tinggi.
Sri Mulyani juga optimis pertumbuhan PMTB 6,1 persen diperkirakan masih tetap bertahan dengan adanya dorongan dari kepercayaan pasar. Alasannya pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif tinggi dibanding negara-negara G20, selain juga adanya aliran modal masuk dari hasil repatriasi program amnesti pajak.
Terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia 2017 anggota Komisi XI DPR justru lebih pesimistis. DPR memproyeksikan pertumbuhan ekonomi hanya menembus 5,05 persen—proyeksi ini jauh lebih rendah ketimbang BI dan Kemenku.
Catatan: artikel ini telah mengalami perubahan. Sebelumnya ditulis "realisasi pertumbuhan ekonomi", yang benar "target pertumbuhan ekonomi".
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH