tirto.id - Pemerintah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah menetapkan masa tanggap darurat selama tujuh hari pada 30 Mei hingga 5 Juni 2017 untuk penanganan gempa bumi yang terjadi 29 Mei lalu.
"Penanganan darurat dampak gempa 6,6 Skala Richter yang mengguncang daerah Poso dan sekitarnya pada 29 Mei masih terus dilakukan hingga saat ini," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho lewat keterangan tertulisnya yang diterima Antara di Jakarta, Kamis (1/6/2017).
Dia mengatakan pendataan masih terus dilakukan hingga saat ini dengan korban gempa empat orang luka berat, 21 orang luka ringan dan tidak ada korban jiwa meninggal dunia.
Sebanyak 348 bangunan mengalami kerusakan yang meliputi 168 rumah rusak berat, 143 rumah rusak ringan, satu gereja rusak berat, lima gereja rusak ringan, 11 sekolah rusak berat, dua sekolah rusak ringan, dua masjid rusak ringan dan enam perkantoran mengalami kerusakan.
Sebanyak 328 kepala keluarga (KK), kata dia, mengungsi karena rumah mengalami kerusakan dan menghindari gempa susulan.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan sudah terjadi 200 kali gempa susulan dengan intensitas gempa yang menurun. Masyarakat mengungsi di sekitar lingkungan rumahnya dengan mendirikan tenda, terpal dan memanfaatkan sisa bangunan yang ada.
Sutopo mengatakan daerah yang banyak mengalami kerusakan meliputi tujuh kecamatan di Kabupaten Poso yaitu Kecamatan Lore Utara, Poso Pesisir, Poso Pesisir Utara, Lore Peore, Poso Kota, Poso Kota Utara dan Lage.
Daerah yang paling parah mengalami kerusakan adalah di Kecamatan Lore Utara meliputi Desa Sidoa, Alitupu, Wuasa, Watumaeta, Kaduwa dan Dodolo.
Pengungsi, kata dia, tersebar di Desa Sidoa sebanyak 292 KK pengungsi dan 36 KK di Desa Alitupu. Di Desa Alitupu terdapat 31 rumah rusak berat, 48 rumah rusak ringan, dua gereja rusak berat, tiga gereja rusak ringan dan dua masjid rusak ringan.
Sedangkan di Desa Watumaeta terdapat 32 rumah rusak berat, 58 rumah rusak ringan, 2 sekolah rusak berat, 3 gereja rusak berat dan 1 masjid rusak berat.
Karena bangunan sekolah yang rusak berat, lanjut dia, maka aktivitas belajar di sekolah diliburkan di Desa Alitupu dan di Desa Watumeta karena ruangan belajar tidak dapat digunakan. BPBD Kabupaten Poso bersama TNI, Polri, SAR, SKPD, PMI, relawan dan masyarakat melakukan penanganan darurat. Bantuan terus disalurkan kepada masyarakat yang terdampak gempa.
BPBD Sulawesi Tengah telah memberikan bantuan berupa paket kesehatan keluarga 38 paket, family kit 55 paket, paket makanan tambahan gizi 18 dos, paket lauk pauk 38 dos, matras 80 lembar, paket kidsware 12 paket, mie instan 50 dos, ikan kaleng 15 dos dan tenda gulung 20 lembar.
Kebutuhan mendesak saat ini adalah listrik, air bersih, selimut, tenda pengungsi dan bahan makanan. Di beberapa tempat listrik masih padam.
Menurut dia, Poso merupakan daerah rawan gempa. Sumber gempa 6,6 SR berasal dari aktivitas Sesar Palolo Graben. Sesar Palolo merupakan satu di antara lima sesar aktif yang sering menimbulkan gempa di Sulawesi Tengah.
Sesar Palolo, kata dia, memanjang 70 kilometer dan membentuk lembah Palolo dan lembah Sopu. Sesar ini aktif dan beberapa kali terjadi gempa yang menimbulkan korban jiwa dan kerusakan seperti tahun 1995, 2005 dan 2012.
Pada kejadian gempa tahun 2012 dengan kekuatan gempa 6,2 SR mengakibatkan 5 orang meninggal dunia, 94 orang luka-luka dan 1.626 rumah rusak.
"Dengan alam yang seperti ini hendaknya penataan ruang dan penerapan code building harus ditegakkan. Bangunan dan perumahan harus memenuhi kaidah konstruksi tahan gempa. Masyarakat juga terus ditingkatkan kesiapsiagaan menghadapi gempa agar korban dan kerugian dapat ditekan," katanya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri