tirto.id - Jaksa Agung Amerika Serikat William Barr, berulang kali menyalahkan aktivis anti-fasis (antifa) atas kekerasan yang telah meletus selama aksi demonstrasi menuntut keadilan atas kematian George Floyd, seperti dikutip USA Today.
Akan tetapi, hal ini berbanding terbalik dengan catatan pengadilan federal, yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda hubungan antifa dalam beberapa kasus kekerasan yang terjadi sejauh ini.
Dikutip dari NPR, bahwa setelah meninjau dokumen pengadilan dari 51 orang yang menghadapi dakwaan federal sehubungan dengan kerusuhan tersebut, hingga laporan itu terbit pada Selasa pagi, tidak ada yang diduga memiliki hubungan dengan gerakan antifa.
Dari kasus-kasus yang dibawa sejauh ini, 20 diantaranya melibatkan dugaan terkait pembakaran; 16 yang lain melibatkan kepemilikan ilegal senjata api; sementara delapan orang lainnya menghadapi dakwaan terkait menghasut kerusuhan atau gangguan sipil.
Satu contoh lain, kelompok ekstremis yang disebutkan dalam dokumen pengadilan adalah kasus terhadap tiga pria Nevada. Jaksa federal menuduh ketiganya milik gerakan sayap kanan Boogaloo yang ingin membawa perang saudara. Orang-orang itu dituduh telah merencanakan kekerasan selama protes di Las Vegas.
Temuan Reuters juga menunjukkan hal yang senada dengan NPR. Periksa Data Reuters atas catatan pengadilan federal terkait dengan dakwaan, posting media sosial oleh beberapa tersangka, serta wawancara dengan pengacara dan jaksa penuntut, menemukan bahwa sebagian besar tindakan kekerasan itu tidak memiliki hubungan antifa atau kelompok sayap kiri lainnya.
Dalam beberapa dokumen pengisian atau charging document yang ditinjau oleh Reuters, tidak ada tindakan kekerasan yang dituduhkan sama sekali.
Kasus-kasus yang dituntut Departemen Kehakiman sejauh ini tersebar di 18 negara bagian, termasuk Illinois, Wisconsin, Utah, Tennessee, New York, Nevada, dan Ohio.
Tuduhan terkait pembakaran adalah yang paling umum. Dalam banyak kasus, para terdakwa dituduh terlibat dalam kebakaran yang merusak atau menghancurkan properti pemerintah seperti mobil polisi atau gedung pemerintah.
Selain delapan orang yang didakwa dengan tuduhan menghasut kerusuhan atau kekacauan sipil, empat lainnya menghadapi dakwaan terkait penjarahan, yang mana tiga orang diantaranya dituduh merampok toko obat CVS selama kerusuhan di Louisville, Ky.
Nama antifa kembali mencuat dalam kerusuhan yang terjadi di AS. Tak hanya Barr, satu minggu usai demonstrasi meletus untuk pertama kali, Presiden AS Donald Trump mengatakan dia akan menunjuk antifa sebagai sebuah organisasi teroris.
Dalam sebuah cuitan di media sosial Twitter, ia menyalahkan kelompok tersebut atas kekerasan yang terjadi di tengah protes. "Amerika Serikat akan menunjuk ANTIFA sebagai Organisasi Teroris," kata Trump dalam cuitan yang diunggah pada Minggu (31/5/2020).
Antifa sendiri merupakan kelompok anti-fasis yang kerap berpakaian serba hitam dan menyamarkan wajah dengan sapu tangan berwarna serupa (disebut juga sebagai taktik "black-bloc"), punya salah satu taktik andalan dalam setiap aksinya: “Nazi Punching”.
Tinju untuk Nazi tersebut bermakna harafiah: serangan fisik. Bagi mereka, kekerasan adalah jalan mutlak dalam tiap perjuangan melawan fasis.
Hal ini terlihat dari sepak terjang antifa di AS, seperti dalam catatan sepanjang 2017: bentrokan dalam aksi penolakan Milo Yiannopoulos, senior editor Breibart News, yang dijadwalkan berpidato di University of California pada 1 Februari 2017; dan bentrokan dengan kaum sayap kanan di Charlottesville, Virginia, Agustus 2017.
Sementara setahun setelahnya, Antifa kembal “mengacak-acak” acara bertajuk “United the Right 2” di ibu kota Washington DC yang diselenggarakan kaum sayap kanan pendukung supremasi kulit putih pada bulan Agustus.
Melihat karakteristik tersebut, pemerintah AS, khususnya Trump dan Barr menyebut bahwa kelompok ini adalah pihak yang bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi selama aksi demontrasi pasca kematian George Floyd.
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yantina Debora