tirto.id - Pemerintah pusat belum membayarkan tagihan 4 RSUD di Kabupaten Bogor senilai Rp261 miliar. Hal itu menyebabkan RSUD-RSUD tersebut sulit untuk memberikan layanan di tengah pandemi yang belum terkendali saat ini.
Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan hingga kini klaim biaya penanganan pasien COVID-19 senilai Rp261 miliar belum dibayarkan oleh Kementerian Kesehatan. Hal itu dinilai cukup mengganggu proses pelayanan kesehatan di wilayah kepada masyarakat di wilayah itu.
"Saya sudah curhat dan minta percepatan pembayaran langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Pak Luhut Binsar Panjaitan. Kita banyak kebutuhan obat-obatan, oksigen dan lain-lain. Ini tidak bisa dipenuhi uangnya belum cair," kata Ade Yasin, usai rapat koordinasi penanganan COVID-19 secara virtual di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (5/7/2021), seperti dilansir Antara.
Menurutnya, Rp261 miliar tersebut merupakan piutang Kemenkes ke empat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kabupaten Bogor. Dari total tersebut, angka tagihan yang masih menjadi perselisihan atau dispute sekitar Rp200 miliar, sedangkan Rp61,9 miliar sudah lolos verifikasi tapi belum juga dibayarkan.
Rekap klaim senilai Rp61,9 miliar yang sudah melewati verifikasi BPJS Kesehatan dan Kemenkes itu terbagi dari RSUD Cibinong Rp40,5 miliar, RSUD Ciawi Rp7,5 miliar, RSUD Cileungsi Rp6,4 miliar, serta dari RSUD Leuwiliang Rp7,9 miliar.
"RSUD kan menerima pasien COVID-19. Diberi pelayanan semaksimal mungkin karena ditanggung Kemenkes. Tapi ternyata, klaim yang diajukan banyak yang ditolak, selisihnya lebih dari separuhnya," kata Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Bogor itu.
Ade Yasin mengungkapkan, tidak semua klaim pembiayaan yang diajukan rumah sakit bisa cair 100 persen. Karena, hanya pasien COVID-19 dengan perawatan selama 14 hari yang pembiayaan penanganannya bisa diklaim.
"Rumah sakit terbatas fasilitasnya. Jadi setiap pasien COVID-19 bergejala sedang dan berat yang kemudian dirawat, saat sebelum 14 hari gejalanya mereda atau menjadi ringan, kami sarankan untuk pulang dan melakukan isoman, agar pasien lain yang bergejala sedang dan berat bisa mendapat perawatan. Ada skala prioritas yang dilayani," ujarnya.
Kini, menurutnya dengan keuangan yang kian kembang kempis, rumah sakit harus berjibaku dengan ketersediaan alat pendukung medis yang ada. Ade Yasin pun berharap pemerintah pusat memberi perhatian kepada pemerintah daerah.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan klaim pasien COVID-19 tahun 2020 terealisasi Rp14,53 triliun untuk merawat 200.545 pasien pada 1.575 RS rujukan. Tahun 2021, masih terdapat tunggakan 2020 yang sudah dibayar sebesar Rp5,6 triliun. Selanjutnya, masih ada tunggakan tahun 2020 yang belum dibayar sebesar Rp2,69 triliun.
“Sedang dalam proses penetapannya. Kemenkeu bersama Kemenkes, dan BPKP berusaha mempercepat pembayaran tunggakan. Karena menurut BPKP dan peraturan Menkeu, untuk tunggakan atau tagihan di atas Rp 2 miliar harus ada verifikasi. Dan memang ada yang tagihan yang melebih sehingga harus dilakukan koreksi,” kata Sri Mulyani dalam paparannya kepada media, Jumat 2 Juli 2021.
Untuk itu, dibuat Tim Penyelesaian Klaim Dispute (TPKD) Pusat dan Provinsi yang harus selesai 14 hari. Kemudian verifikasi BPKP selama 5 hari, sebagai dasar pembayaran klaim.
Klaim pasien 2021, mekanisme klaim dan penyelesaian dispute diperbaiki melalui Kepmenkes No HK.01.07/MENKES/4718/2021 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Covid-19 Bagi RS Penyelenggara Pelayanan Covid-19. Berdasarkan aturan tersebut, Kemenkes dapat membayar uang muka paling banyak 50% dari klaim yang diajukan RS, apabila berkas lengkap. Kemudian RS harus mengajukan tagihan paling lambat 2 bulan setelah bulan layanan diberikan.
Hingga 24 Juni 2021, pembayaran klaim RS sudah mencapai Rp10,5 triliun dari pagu tahap I Rp10,6 triliun. Tahap II tahun anggaran 2021 dibutuhkan anggaran sebesar Rp11,97 triliun.
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti