tirto.id - Setiap memasuki waktu salat lima waktu, lazimnya akan dikumandangkan azan dari masjid atau musala. Tidak semua orang berhak mengumandangkan azan. Pengumandang azan dikenal dengan sebutan muazin. Berikut ini syarat-syarat menjadi muazin dalam Islam.
Untuk menyeru umat Islam agar mendirikan salat berjemaah di masjid, dikumandangkanlah azan. Dalam bahasa Arab, azan artinya pemberitahuan. Muazin mengumandangkan azan untuk memberitahu bahwa sudah masuk waktu salat wajib.
Azan sendiri hukumnya adalah sunah menurut mayoritas ulama, sebagaimana dilansir NU Online. Sebagian ulama lainnya menyatakan bahwa hukumnya adalah fardu kifayah.
Dalam hal ini, kewajiban fardu kifayah jatuh pada kelompok secara keseluruhan. Apabila salah seorang sudah mengumandangkan azan, kewajiban atas kelompok itu menjadi gugur.
Namun, jika tak ada yang mengumandangkan azan, semua orang dalam kelompok tersebut dianggap berdosa.
Orang yang menjadi muazin memiliki keutamaan besar dalam Islam. Kelak, di hari Kiamat, semua makhluk yang mendengar lantunan azan dari muazin akan menjadi saksi atas kesalehan orang tersebut.
Hal itu tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW: "Setiap pohon tanah batu, jin dan manusia yang mendengar suara azan pasti akan menjadi saksi bagi muazin," (H.R. Ibnu Khuzaimah).
Syarat-syarat Menjadi Muadzin
Berikut ini syarat-syarat menjadi muadzin, sebagaimana dikutip dari Buku Pintar Shalat (2008) yang ditulis M. Khalilurrahman Al-Mahfani.
1. Beragama Islam
Seorang muazin harus beragama Islam. Jika muazin belum masuk Islam, pahala azannya sia-sia dan tidak bermakna apa-apa di sisi Allah SWT.
Hal itu tergambar dalam firman Allah SWT berikut:
"Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan," (QS. Al-An'am [6]: 88).
2. Akil balig dan mumayyiz (dapat membedakan yang benar dan salah)
Seorang muazin selayaknya sudah akil balig, serta memasuki masa tamyiz (dapat membedakan yang benar dan batil).
Kendati demikian, apabila tidak ada orang dewasa, anak kecil pun tetap sah menjadi muazin.
Sebab, salah seorang sahabat Amr bin Abu Salamah Al-Jurumy pernah mengumandangkan azan sedang ia masih kecil.
3. Muazin adalah seorang laki-laki
Syarat menjadi muazin adalah laki-laki, sebagaimana dinyatakan Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu'.
Apabila dalam suatu jemaah perempuan tidak ada sosok laki-laki, tidak diharuskan ada azan bagi mereka. Namun, mereka dapat mengumandangkan iqamat.
4. Muazin adalah sosok amanah
Seorang muazin adalah sosok yang amanah atau bisa dipercaya. Bagaimanapun juga, panggilan azan berkaitan dengan waktu salat.
Apabila muazinnya bukan sosok amanah, bisa jadi waktu azan yang dikumandangkan tidak tepat atau belum sampai waktu salat.
Rasulullah SAW bersabda: "Imam adalah penanggung jawab sedangkan muadzin adalah orang yang bisa dipercaya," (H.R. Ahmad).
5. Kalimat azan sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW
Pelafalan kalimat azan harus sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW.
Lafal azan yang diotak-atik dan tidak sesuai lagi dengan teladan Rasulullah SAW dianggap tidak sah dan harus diulang lagi. Bacaan azan sesuai sunah dapat dilihat di sini.
6. Suci dari hadas
Syarat muazin lainnya adalah bersih dan suci dari hadas kecil atau hadas besar. Hal itu tergambar dalam hadis yang diriwayatkan Muhajir bin Qunfaz:
"Sebelum mengumandangkan azan, seorang muazin harus suci dari hadas kecil maupun hadas besar," (H.R. Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).
7. Sunah mengumandangkan adzan dengan suara yang nyaring dan merdu.
Seorang muazin sebaiknya dipilih pada sosok yang memiliki suara merdu, lantang, dan bagus.
Azan salat adalah salah satu syiar Islam. Suara azan yang merdu dapat menarik perhatian khalayak untuk salat berjemaah.
Anjuran itu merupakan perintah Nabi Muhammad SAW kepada Abdullah bin Zaid:
"Lakukanlah bersama Bilal, ajarkan kepadanya apa yang kamu lihat dalam mimpimu. Dan hendaklah dia berazan karena dia lebih tinggi dan bagus suaranya dari kamu," (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
8. Hendaknya menghadap kiblat
Berdasarkan ijmak para ulama, ketika melakukan azan, seorang muazin dianjurkan untuk menghadap kiblat.
Editor: Addi M Idhom