tirto.id - Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan sanksi non-palu selama 6 bulan kepada hakim adhoc Syamsul Rakan Chaniago.
Syamsul dinyatakan bersalah secara etik karena melanggar kode etik hakim karena bertemu dengan pihak berperkara di Mahkamah Agung dan belum mencopot papan advokat.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, Minggu (29/9/2019). Menurutnya, pemberian sanksi kepada Syamsul sudah sejak Juli 2019.
"Dari Juli kemarin sudah diturunkan," kata Abdullah.
Abdullah juga mengatakan, pelanggaran yang dilakukan berkaitan penggunaan namanya sebagai kantor pengacara.
"Jadi hakim agung seharusnya papan nama sebagai lawyer diturunkan, tapi tidak diturunkan. Itu yang paling berat. Kan hakim adhoc," kata Abdullah.
Diketahui, Syamsul Rakan merupakan satu dari tiga hakim yang mengadili kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung di MA.
Syafruddin saat itu mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memvonis 15 tahun penjara. Pada pengadilan tingkat pertama, Syafruddin divonis 13 tahun penjara.
Dalam pertimbangan vonis, Syamsul berpendapat kasus Syafruddin bukan perkara pidana. Pada akhirnya, kasasi Syafruddin dikabulkan karena dua dari tiga hakim meyakini kasus mantan Kepala BPPN itu menilai bukan perkara pidana. Syafruddin langsung bebas pada 9 Juli 2019.
Juru Bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro menambahkan, Rakan juga disanksi etik karena bertemu dengan pihak berperkara.
Andi mengatakan, Rakan mengadakan kontak hubungan dan pertemuan dengan Ahmad Yani, salah seorang penasihat hukum Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) di Plaza Indonesia pada 28 Juni 2019 pukul 17.38-18.30 WIB.
"Padahal saat itu yang bersangkutan [Rakan] duduk sebagai hakim anggota pada majelis hakim terdakwa SAT," kata Andi dalam keterangan tertulis, Minggu (29/9/2019).
Dengan dalih itu, MA menjatuhkan sanksi kepada Syamsul Rakan berupa sanksi etik dengan menjadi hakim non-palu selama 6 bulan sebagaimana diatur Pasal 21 huruf b Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY nomor 02/PB/MA/IX/2012-02 /BP/P-KY/09/2012.
Kasus Syafruddin ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia disangka korupsi karena memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim terkait Bank Dagang Nasional Indonesia.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali