tirto.id - Pandemi COVID-19 banyak memukul tenaga kerja di Indonesia dengan telak. Pukulan itu juga dirasakan pekerja lepas pada sektor media dan industri kreatif yang terpaksa kehilangan banyak proyek. Potensi pendapatan yang hilang akibat pandemi selama Maret hingga Juli tahun ini mencapai antara Rp1 juta hingga Rp60 juta per orang.
Hal itu diketahui dari survei yang dilakukan Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) yang melibatkan 139 pekerja di sejumlah wilayah pada 20 Maret hingga 4 April 2020.
“Ketidakpastian kerja menjadi sumber kekhawatiran terbesar bagi pekerja, selain takut tertular atau menularkan COVID-19," ujar Ketua Pengurus Harian SINDIKASI, Ellena Ekarahendy, lewat keterangan tertulis, Rabu (15/4/2020).
Lewat survei itu diketahui, meskipun identik dengan penggunaan teknologi, nyatanya banyak pekerja industri kreatif yang tak bisa bekerja di rumah sehingga harus mengalami pembatalan kontrak.
Beberapa di antaranya adalah pekerja film, video, dan audio visual (17,3 persen responden); seni pertunjukan (10,85 persen responden); seni vokal dan musik (9,4 persen); fotografi (9,4 persen); penelitian (7,2 persen); desain komunikasi visual (7,2 persen).
Survei ini pun menanyakan potensi penghasilan yang hilang sepanjang Maret hingga Juli akibat pembatalan kontrak. Hasilnya, 32,8 persen mengaku kehilangan >Rp1 juta-Rp5 juta; 32,8 persen kehilangan Rp5 juta-Rp15 juta; 16,8 persen kehilangan >Rp15 juta-Rp30 juta; dan 3,6 persen kehilangan di atas Rp60 juta.
"Dalam kondisi kehilangan pekerjaan tersebut, para freelancer harus menanggung beban sendiri terlebih bagi mereka yang memiliki tanggungan orang tua, istri/suami, atau anak," kata Ellena.
Akhirnya, untuk bertahan hidup sebanyak 41,6 responden memilih menguras tabungan; sebanyak 22,3 persen mengambil pinjaman online; sebanyak 20,6 persen menjual barang pribadi; dan 10,7 persen mengandalkan bantuan orang tua.
Karena itu, kata dia, Sindikasi menuntut pemerintah memberi bantuan langsung kepada masyarakat terdampak, bukan pada korporasi besar. Pemerintah tidak boleh terjebak pada pola pikir trickle down economy yang menganggap subsidi pada konglomerat akan berdampak pada masyarakat kelas bawah.
Nyatanya, kata dia, dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, yang akan terjadi adalah pencurian subsidi oleh para konglomerat tersebut sehingga pekerja tidak mendapatkan apa-apa.
“Alih-alih untuk pelatihan online, yang tidak menjamin penerimaan kerja karena industri loyo, anggaran Kartu Prakerja seharusnya dapat dikucurkan seluruhnya menjadi bantuan langsung tunai bagi pekerja terdampak,” ungkap Ellena.
Sindikasi juga menuntut kementerian terkait seperti Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mau turun tangan merealokasi anggaran untuk memberikan modal bagi pekerja industri kreatif.
Selain itu, pemerintah juga bisa menyewa karya yang sudah didistribusi seperti film yang kemudian didistribusikan gratis melalui aplikasi milik perusahaan negara.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz