Menuju konten utama

Survei Indikator: Pemerintah Gagal Jamin Ketersediaan Bahan Pokok

Kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng menurunkan tingkat kepuasaan publik terhadap pemerintahan presiden Jokowi.

Survei Indikator: Pemerintah Gagal Jamin Ketersediaan Bahan Pokok
Presiden Joko Widodo (kiri) memberi salam kepada sejumlah nelayan di kampung nelayan Bulak Cumpat, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (20/4/2022). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/wsj.

tirto.id - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengingatkan pemerintah untuk tidak kembali mengumumkan kenaikan harga kebutuhan pokok. Saat ini, masyarakat masih belum pulih usai dihantam kenaikan harga komoditas sebelumnya seperti minyak goreng, gas hingga bahan bakar minyak (BBM).

"Beberapa bulan ini masyarakat dihajar isu kenaikan barang, dan masyarakat baru sensitif dengan informasi kenaikan harga. Kalau ada isu kenaikan barang atau sektor lain sebaiknya ditunda," kata Burhanuddin Muhtadi dalam rilis hasil survei nasional periode 14-19 April 2022 bertajuk 'Evaluasi Publik atas Kinerja Pemerintah, Prospek Partai Politik dan Calon Presiden 2024' pada Selasa 26 April 2022.

Menurut Burhanuddin, salah satu isu paling sensitif adalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Sebab komoditas itu yang paling dekat dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

"Jangan ada kenaikan lagi, masyarakat sudah disusahkan dengan kelangkaan serta kenaikan harga minyak goreng yang ada bertepatan di bulan Ramadan," ujarnya.

Berdasarkan hasil survei, mayoritas masyarakat Indonesia terdampak langsung kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. "Ada 83,7 persen yang merasakan dan 16,3 persen tidak merasakan," terangnya.

Kenaikan minyak goreng rupanya berdampak pada menurunnya angka approval rating atau tingkat persetujuan terhadap kinerja Presiden Jokowi.

"Approval rating menjadi turun karena publik menduga kebijakan pemerintah terkait ekspor sawit berimbas pada kelangkaan minyak goreng tanpa memedulikan keadaan ekonomi masyarakat," jelasnya.

Ia melanjutkan, sebanyak 25,8 persen responden menilai seharusnya pemerintah tak mengatur harga minyak goreng, karena meski harganya meningkat, akan tapi ketersediaannya di masyarakat lebih terjamin.

Sementara ada sebanyak 67,9 persen responden menganggap pemerintah telah gagal dalam menjamin bahan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau bagi masyarakat.

"Mayoritas menilai pemerintah telah gagal dalam menjamin ketersediaan bahan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau masyarakat umum," jelas Burhanuddin.

Sebanyak 71,8 persen masyarakat percaya bahwa kelangkaan minyak goreng disebabkan ulah mafia. Mayoritas responden, yakni sebesar 60,9 persen, percaya pemerintah mampu mengungkap praktik kotor tersebut.

Hasil survei menunjukkan sebanyak 66,3 persen masyarakat meminta pemerintah untuk melakukan larangan ekspor minyak goreng dan menjamin ketersediaan dalam negeri.

Selain itu, sebanyak 63,3 persen masyarakat lebih memilih subsidi harga minyak goreng daripada bantuan langsung supaya bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. Sedangkan yang memiliki subsidi tunai kepada kelompok yang membutuhkan hanya 34, 9 persen.

"Pemerintah lebih memilih subsidi langsung kepada kelompok tertentu karena dapat menekan dana subsidi dan lebih spesifik sasaran bantuan yang diberikan. Sedangkan apabila subsidi diberikan kepada harga barang dikhawatirkan tidak merata dan jumlah bantuannya lebih besar," terang Burhanuddin.

Terkait naiknya harga minyak goreng dan bahan bakar Pertamax, masyarakat setuju apabila Presiden Jokowi menegur menteri terkait. "Sekitar 67,5 persen masyarakat setuju apabila presiden menegur menteri terkait isu pertamax dan minyak goreng," pungkas dia.

Baca juga artikel terkait SURVEI INDIKATOR POLITIK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky