tirto.id - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan istrinya, Sara Netanyahu, dilaporkan berlindung di sebuah bunker rahasia di rumah miliarder Simon Falic saat Iran serang Israel.
Keluarga Netanyahu memutuskan untuk berpindah ke rumah milik Falic yang terletak di lingkungan Talpiot di Yerusalem sejak 7 Oktober.
Selama masa konflik, mereka berpindah-pindah antara rumah di Talpiot dan rumah pribadi mereka di Kaisarea.
Keputusan ini mungkin diambil sebagai langkah pencegahan menghadapi situasi yang semakin tegang dan meningkatnya potensi serangan balasan dari Iran.
Profil Simon Falic
Simon Falic merupakan Ketua Duty Free Americas yang menjalankan lebih dari 200 toko bebas bea di bandara dan penyeberangan perbatasan di belahan bumi barat.
Simon Falic juga dikenal sebagai salah satu dari tiga bersaudara yang menjalankan Falic Group, sebuah perusahaan ritel.
Falic Group terletak di Miami dengan menjalankan toko ritel di bandara dan lokasi beberapa perjalanan di seluruh dunia.
Falic Group dikenal dengan produksi barang-barang mewah seperti parfum, kosmetik, dan aksesoris fashion.
Keluarga Falic juga memiliki kepemilikan sebagian di kilang anggur Psagot Israel. Pada tahun 2019, Pengadilan Uni Eropa memutuskan bahwa anggur tersebut harus diberi tanda sebagai produk permukiman.
Hal ini menyebabkan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat saat itu, Mike Pompeo, melakukan perjalanan pertama yang dilakukan oleh seorang Menteri Luar Negeri ke entitas pemukim di Tepi Barat ketika dia mengunjungi kilang anggur tersebut.
Dalam kunjungan tersebut, ia mengumumkan bahwa AS akan mengizinkan barang-barang pemukiman seperti anggur Psagot diberi label sebagai produk Israel.
Awal tahun ini, Falic dan keluarganya menerima Penghargaan Yerusalem untuk Pembangunan Yudea dan Samaria.
Serangan Iran ke Israel
Ketegangan di Timur Tengah semakin meningkat setelah Iran melancarkan ratusan drone peledak dan rudal ke Israel.
Tindakan ini merupakan balasan dari Iran atas serangan Israel terhadap kompleks kedutaan mereka di Suriah dua pekan lalu. Sorotan dunia kini tertuju pada cara Israel merespons serbuan rudal tersebut.
Sebelumnya, Iran merespons serangan Israel terhadap gedung konsulat amerika di Damaskus, Suriah, pada 1 April yang lalu. Serangan tersebut menewaskan tujuh pejabat dari Korps Garda Revolusi Islam.
Serangan Iran ke Israel kemarin merupakan serangan langsung pertama yang dilakukan oleh Iran ke Israel. Lebih dari 300 drone dan rudal diluncurkan oleh Iran ke Israel. Kedua negara ini telah terlibat dalam perang bayangan selama bertahun-tahun.
Negara-negara di wilayah Timur Tengah dan berbagai tempat lain – termasuk yang membenci rezim Iran – sudah mendesak Israel agar menahan diri. Muncul kekhawatiran akan terjadi eskalasi tensi yang besar di Timur Tengah.
Posisi Iran dapat diringkas sebagai berikut: “Masalah kami dianggap selesai. Jangan serang balik kami. Jika Anda menyerang, kami akan melancarkan serangan yang jauh lebih besar dan Anda tidak akan mampu menangkisnya.”
Namun, Israel telah bersumpah untuk memberikan respons yang signifikan. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan, “Bersama kita akan menang.”
Pernyataan terbaru Netanyahu mengikuti peringatan otoritas Israel pekan lalu bahwa jika Iran menyerang mereka, serangan balasan akan langsung ditujukan ke Iran. Pemerintahan Israel sering disebut sebagai yang paling garis keras dalam sejarah Israel sendiri.
Israel membalas serbuan Hamas pada 7 Oktober 2023 di wilayah selatan mereka dalam hitungan jam dan terus menghajar Gaza selama enam bulan berikutnya. Meskipun dampaknya di lapangan sudah terukur dan terbatas, kabinet perang Israel kemungkinan tidak akan tinggal diam atas serangan langsung dari Iran.
Penulis: Ruhma Syifwatul Jinan
Editor: Dipna Videlia Putsanra