tirto.id - Direktur Debat dan Materi Prabowo-Sandi, Sudirman Said mengungkap cerita di balik kritik Wapres Jusuf Kalla (JK) terkait proyek Light Rapid Transport (LRT) beberapa waktu lalu.
Menurut Sudirman, Jusuf Kalla punya sejumlah catatan keberatan terkait proyek yang digagas Jokowi, tapi tidak dibuka ke publik. Sudirman mengaku mendengar cerita tersebut saat masih menjadi Menteri ESDM.
"Sebetulnya ketika saya masih di dalam pemerintahan, Pak JK sering punya catatan-catatan itu, catatan keberatan yang disampaikan tetapi tidak dijadikan pertimbangan keputusan, saya kira beliau punya batas sebagai negarawan kepada publik," kata Sudirman di Media Center Prabowo-Sandi di Jakarta, Sabtu (16/2/2019).
Selain itu, Sudirman juga menduga ada proyek lain lagi selain LRT yang dikritik JK . "Mungkin ada beberapa lagi tuh yang akan begitu-begitu. Ini terlalu mahal, ini tidak ada feasibility studies," kata Sudirman.
Sudirman pun mengkritik proyek LRT Jakarta-Bogor yang dinilainya tidak memenuhi prosedur demi kepentingan politik Jokowi.
"LRT Bogor-Jakarta itu studi belum ada, kontrak belum ada, sudah dikerjakan. Ini apalagi kalau bukan ingin mengikuti agenda pemilu. Ini menyedihkan sebetulnya," kata Sudirman.
Saat ditanya apakah Prabowo akan memakai kritik JK soal LRT untuk menyerang Jokowi dalam debat nanti, Sudirman tidak menjawab pasti. Namun, ia menyerahkan semua kepada Prabowo sebagai peserta debat.
"Terserah Pak Prabowo. Saya menangkap nuansa Pak Prabowo itu sangat menjaga kesantunan dan, etika dan beliau seorang perwira tinggi, seorang diplomat senior negarawan, jadi mungkin akan ditanyakan tetapi bukan dengan cara begitu," kata Sudirman.
Kritik terhadap proyek LRT Jabodetabek disampaikan JK saat menghadiri pembukaan rapat Koordinasi Pimpinan Nasional Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) di Istana Wakil Presiden,
Dalam pertemuan itu, JK menyoroti pembangunan LRT Jabodetabek yang seharusnya dilakukan dengan rel reguler atau di atas permukaan tanah.
Selain itu, JK juga mempermasalahkan pembangunan LRT yang berada di lokasi yang sudah ada infrastruktur perhubungan lain, dalam hal ini tol elevated Japek.
Atas dasar itu, JK menganggap hal itu menyebabkan biaya membengkak menjadi Rp500 miliar per kilometer. Ia menilai hal itu dapat menyebabkan pengembalian modal menjadi sulit.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto