Menuju konten utama

Strategi Mengatur Keuangan di Tengah Pelemahan Rupiah

Selain berhemat, masyarakat juga bisa selamat dari dampak pelemahan rupiah dengan memilih investasi yang tepat.

Strategi Mengatur Keuangan di Tengah Pelemahan Rupiah
Petugas menghitung uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Jumat (1/3/2024). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah naik menjadi Rp8.253,09 triliun per Januari 2024, jumlah utang tersebut naik sebesar Rp108,4 triliun dibandingkan utang di Desember 2023, yakni sebesar Rp8.144,69 triliun. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

tirto.id - Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Senin (24/6/2024) dibuka merosot dipengaruhi data PMI Amerika Serikat (AS) yang solid. Pada awal perdagangan Senin pagi, rupiah turun 0,05 persen menjadi Rp16.458 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp16.450 per dolar AS.

Menyikapi kondisi tersebut, Perencana Keuangan, Andy Nugroho, menyarankan, agar masyarakat tidak perlu takut dan panik dalam menghadapi pelemahan rupiah. Sebaliknya, masyarakat harus bisa mengatur belanja atau pengeluarannya dengan tidak membeli barang-barang impor dengan nilai tinggi.

Alasannya, karena di saat dolar perkasa terhadap mata uang negara-negara lain di dunia sehingga membuat harga barang, terutama yang dijual dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) akan menjadi jauh lebih tinggi.

“Berarti kita kan punya gambaran bahwa kita akan menghadapi kondisi di mana harga barang naik, berarti kita akan spend atau keluarkan uang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan kita. Masyarakat, apalagi yang secara penghasilannya terbatas mereka harus lebih bijak lagi dalam mengatur keuangannya,” kata Andy, saat dihubungi Tirto, Senin (24/6/2024).

Bijak dalam mengatur pengeluaran juga dinilai sangat penting. Dengan perencanaan yang tepat, masyarakat dapat mengatasi kebutuhan mendesak yang berharga tinggi tanpa harus berhutang atau menjual aset. Ketika harga barang naik dan nilai rupiah semakin terpuruk, manajemen keuangan yang bijak memungkinkan masyarakat untuk tetap memenuhi kebutuhan mendesak tanpa mengorbankan stabilitas keuangan mereka.

“Jadi sebenarnya apa si impact dari pelemahan rupiah? Yang paling umum terjadi adalah memang kenaikan harga barang, terutama barang-barang yang dibeli secara impor. Ataupun siapa yang lebih ter-impact lagi dengan pelemahan rupiah ini? Itu adalah mereka yang memiliki bisnis dengan luar negeri, kemudian mesti melakukan pembayaran dengan US dolar,” ungkap Andy.

Investasi saat rupiah melemah

Selain berhemat, masyarakat juga bisa selamat dari dampak pelemahan rupiah dengan memilih investasi yang tepat. Untuk kondisi ini, Andy, merekomendasikan Surat Berharga Negara (SBN), baik dalam bentuk obligasi ritel maupun sukuk ritel sebagai instrumen investasi yang masih bisa menguntungkan.

Tidak hanya itu, karena telah dijamin oleh pemerintah, SBN sebagai instrumen investasi juga tergolong lebih aman dari kerugian. Dia juga menilai SBN memiliki imbal hasil yang lebih menjanjikan ketimbang bunga deposito.

“Saya rekomendasinya adalah SBN, baik obligasi ritel atau sukuk ritel, itu menjadi sangat menjanjikan, karena secara imbal hasil bunganya lebih besar dari bunga deposito, secara risiko juga lebih rendah dari pasar saham atau reksadana berbasis saham apalagi campuran,” saran Andy.

Bagi investor pemula, Andy, tidak menyarankan investor pemula untuk mengoleksi saham maupun reksadana. Pasalnya, investor hanya bisa memaksimalkan keuntungan kedua instrumen ini dengan strategi ‘serok bawah’ atau membeli aset saham dan reksadana saat sedang dalam harga terendahnya.

“Tapi dengan serok bawah, namun harganya malah bisa turun lagi, yang ada makin kepikiran ntar,” ujar Andy.

Bazar emas Pegadaian di Palu

Karyawati menata kepingan emas produksi Antam pada Bazar Emas Pegadaian di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (16/3/2024). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/YU

Hal ini pun diamini analis keuangan Lukman Leong. Sama seperti Andy, Lukman juga menilai instrumen saham hanya bisa memberikan keuntungan tinggi saat investor bisa melihat celah. Sebagai contoh, dengan melemahnya rupiah, sebenarnya akan memberikan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan eksportir komoditas, seperti minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

Selain memperhitungkan pelemahan rupiah yang sedang terjadi, investor juga perlu menghitung faktor lain, sperti harga komoditas, kinerja perusahaan, hingga aksi korporasi.

“Faktor rupiah saja tidak akan serta merta membuat kita melirik saham-saham tersebut karena masih perlu menghitung faktor lain, seperti prospek harga komoditas, kinerja perusahan dan aksi korporasi perusahaan terkait. Jadi lebih luas,” ujar Lukman.

Menurut Lukman, bagi masyarakat yang masih awam dalam hal investasi, akan lebih menguntungkan untuk mengoleksi emas. Selain harga yang akan berpotensi naik seiring dengan penguatan dolar AS, nilainya pun juga akan ikut menanjak.

Pada saat yang sama, sembari menunggu rupiah stabil kembali, Lukman juga menyarankan agar masyarakat bisa berinvestasi pada SBN. Pasalnya, instrumen yang dijamin pemerintah ini masih berpotensi menawarkan imbal hasil tinggi.

“Saya tidak menganjurkan masyarakat untuk membeli dolar, karena ini akan memperburuk keadaan dan sentimen. Namun saya yakin tekanan dolar AS kedepannya akhirnya akan mereda dan pemerintah dan BI akan sanggup menjaga stabilitas nilai tukar,” ungkap Lukman.

Baca juga artikel terkait PELEMAHAN RUPIAH atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Intan Umbari Prihatin