tirto.id - Kementerian BUMN angkat bicara mengenai polemik surat edaran (SE) yang menetapkan penghasilan staf ahli berkisar Rp50 juta. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan penerbitan aturan main itu justru ditujukan dalam rangka transparansi.
Ia bilang banyak BUMN merekrut staf ahli dan tidak ada standar yang jelas untuk mengaturnya.
“Kami menemukan beberapa BUMN membuat staf ahli atau advisor atau apa pun namanya dibuat di masing-masing BUMN. Tidak transparan. Ada yang sampai 11-12 orang, ada yang digaji Rp100 juta atau lebih,” ucap Arya kepada wartawan di Jakarta, Senin (7/9/2020).
SE yang direspona Arya adalah surat nomor SE-9/MBU/08/2020 yang ditujukan kepada Dewan Komisaris BUMN, Dewan Pengawas BUMN, dan Direksi BUMN. Surat yang diteken sendiri oleh Menteri BUMN Erick Thohir, Senin (3/8/2020) itu memuat sejumlah ketentuan pembatasan.
Antara lain, batasan jumlah maksimal staf ahli yang boleh diangkat direksi sebanyak 5 orang. Penghasilan staf ahli ditetapkan paling tinggi Rp50 juta per bulan dan tidak diperbolehkan menerima penghasilan lain di luar honorarium itu.
Masa jabatan dibatasi paling lama 1 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun masa jabatan. Staf ahli juga dilarang rangkap jabatan di BUMN lainnya maupun sebagai direksi, komisaris, dan pengawas.
Arya menjelaskan temuan kementeriannya cukup beragam. Ia mencontohkan kehadiran staf ahli ini bisa ditemukan di Pertamina sampai Inalum bahkan setahunya PLN memiliki belasan orang.
“Jadi kalau ada yang bilang ini ada ribuan jabatan (dengan adanya SE ini) justru kami rapihkan, buat transparan dan legal, tidak diam-diam, jelas, dan tidak boleh rangkap,” ucap Arya.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz