tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menduga penerima bantuan subsidi gaji senilai Rp2,4 juta tak melakukan belanja maupun konsumsi yang dapat mendorong perekonomian. Ia bilang hal ini terekam dari kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan setiap pemerintah menyetorkan bantuan langsung tunai (BLT) kepada pekerja yang bergaji di bawah Rp5 juta dan anggota BPJS Ketenagakerjaan.
“Walau yang Rp2,4 juta kalau bayangkan teori ekonomi, pasti mereka harusnya habis untuk konsumsi. Ternyata enggak juga. Kami suspect dia kembali ke perbankan,” ucap Sri Mulyani dalam rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI, Kamis (12/11/2020).
Sri Mulyani bilang keadaan ini bertentangan dengan teori ekonomi bernama “Marginal Propensity to Consume". Teori ini mengasumsikan kalau pengeluaran seseorang dapat bertambah seiring meningkatnya upah/gaji yang diterima seseorang.
Sayangnya teori itu tidak terealisasi. Buktinya, pada kuartal III (Q3) 2020, konsumsi rumah tangga masih terkontraksi 4,04 persen padahal kuartal II (Q2) 2020 terkontraksi 5,6 persen. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi masih tertahan,
“Kuartal III konsumsi enggak pick-up tinggi meski bansos besar. Karena kelompok menengah atas tidak lakukan aktivitas seperti sebelum COVID-19. Itu bukan tak punya uang tapi karena PSBB,” ucapnya.
Sri Mulyani mengatakan sebab dari gagalnya teori itu tak lain adalah pandemi COVID-19 sendiri. Ia yakin meyakinkan masyarakat untuk melakukan konsumsi akan tetap menantang selama COVID-19 masih belum terselesaikan.
“Tadi kalau disampaikan (oleh anggota DPR) bantuan disalurkan agar ada confidence. Tapi dalam situasi sekarang hubungannya dengan COVID-19, bukan masalah punya daya beli atau enggak,” ucap Sri Mulyani.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan