Menuju konten utama

Sri Mulyani Kecewa Bawahannya Masih Ada yang Korupsi

Sri Mulyani menegaskan bahwa Kemenkeu terus berupaya memberantas korupsi.

Sri Mulyani Kecewa Bawahannya Masih Ada yang Korupsi
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) didampingi Pimpinan KPK Agus Rahadjo (kiri) bersama (kiri ke kanan belakang) Saut Situmorang, Basaria Panjaitan dan Laode M. Syarif. ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengaku kecewa dengan bawahannya yang diduga masih melakukan korupsi.

"Saya benar-benar kecewa dengan adanya perilaku yang sifatnya ketamakan di tengah-tengah upaya reformasi yang kita lakukan," kata Menkeu di Istana Negara Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Kepala Seksi Pemeriksaan Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Utara Agoeng Pramoedya sebagai tersangka.

Penetapan tersangka Agoeng Pramoedya merupakan hasil pengembangan kasus dugaan suap penjualan faktur pajak yang terjadi pada periode 2008 sampai dengan 2013 oleh mantan pegawai Ditjen Pajak, Jajun Junaedi. Ia telah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka pada Mei 2017.

Baca: Sri Mulyani Buka Suara Soal Kasus Suap Pegawai Pajak

Menkeu mengatakan bahwa anak buahnya di Ditjen Pajak itu sedang diproses. "Yang bersangkutan sudah di-nonjob-kan dan sanksi kepegawaian sedang diproses," kata Menkeu dikutip dari Antara.

Untuk itu, Sri Mulyani menegaskan bahwa Kemenkeu terus berupaya memberantas korupsi di jajarannya. "Saya punya 32.000 karyawan, kita bersihkan berdasarkan sistem di dalam, tapi bukan berarti kita enggak buat laporan yang baik," katanya.

Terkait dengan daerah yang laporan keuangannya sudah memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP), tapi masih terkena OTT, Menkeu mengatakan bahwa WTP adalah nilai laporan keuangan sesuai peraturan perundang-undangan dan tingkat kewajaran dan kepatuhan.

"Jadi bagaimana menghitung persediaan, biaya, belanja, itu dilakukan sesuai dengan standar akuntansi, termasuk yang saya sebutkan aktual. namun dalam setiap laporan ada mark up, atau mark up itu dipakai untuk sogok, atau suap, itu dia tidak terlihat kecuali kalau dilihat tingkat kewajaran kalau ada audit untuk tujuan tertentu atau audit khusus," katanya.

Untuk itu, Menkeu mengatakan bahwa WTP tidak berarti bebas korupsi.

"Oleh karena itu dalam revolusi rencana penganggaran harus bisa fokus ke substansinya, proses simpel, dan pelaporan juga tidak kompleks sehingga bisa melihat esensinya," kata Sri Mulyani.

Baca juga: Pejabat Ditjen Pajak Kena OTT, Sri Mulyani Kecewa

Baca juga artikel terkait OTT DITJEN PAJAK atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto