tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati curhat terkait pengalamannya mengurus Presidensi G20 Indonesia di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan. Dia mengatakan memegang tanggung jawab memimpin forum ekonomi G20 saat kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja bukanlah perkara mudah.
"Perang yang mengakibatkan ancaman krisis pangan dan energi, tingginya nilai tukar dolar dan suku bunga, merupakan perpaduan yang berpotensi menyebabkan terjadinya ‘badai’, terutama di negara-negara berkembang," kata Sri Mulyani di Washington DC, Amerika Serikat, dikutip Jumat (14/10/2022).
Tetapi, Sri Mulyani yakin kondisi Indonesia dalam keadaan yang baik. Kondisi tersebut didukung oleh IMF yang memprediksi ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5 persen pada tahun 2023.
Bendahara umum negara itu juga menegaskan Indonesia tidak boleh cepat berpuas diri. Karena masih memiliki tanggung jawab besar dalam memimpin kolaborasi G20 demi menyelamatkan negara-negara rentan dari ‘badai’ ekonomi yang mungkin terjadi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto sebelumnya juga menyoroti situasi global yang menjadi tidak kondusif. Situasi ini membuat kepemimpinan Indonesia pada Presidensi G20 tahun ini menjadi lebih kompleks sekaligus makin vital. Sebab, rentetan krisis dan seteru geopolitik memiliki dampak buruk sangat masif.
Dia mengatakan, kepemimpinan Indonesia sebagai Presiden G20 merupakan sebuah tanggung jawab dan amanah yang besar bagi Indonesia karena pandemi COVID-19 di dunia belum selesai. Sementara pemulihan global masih terpecah-pecah dan terjadi secara tidak merata di berbagai negara.
"Dalam waktu kurang dari 3 bulan Presidensi Indonesia, dunia dikejutkan dengan perang Rusia-Ukraina, dan tidak dapat disangkal tanggung jawab G20 jauh menjadi lebih kompleks,” ujar Menko Airlangga dalam Seminar Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXIV Lemhanas RI Tahun 2022 bertajuk Kolaborasi/Kepemimpinan G20: Konektivitas dan Rantai Pasok Global di Jakarta, dikutip Rabu (12/10/2022).
Airlangga menekankan kepemimpinan Indonesia di G20 menjadi lebih penting akibat perang tersebut. Terlebih proyeksi pertumbuhan ekonomi global telah direvisi ke bawah karena inflasi yang tinggi, harga komoditas, pengetatan kebijakan moneter, volatilitas pasar keuangan, terutama di negara-negara berkembang.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin