tirto.id -
"Kalau kami belanja untuk SDM, maka memeriksanya siapa. Kalau kami bicara tentang kesehatan, mengukurnya jauh lebih sulit. Dan kadang-kadang butuh waktu. Di bidang kesehatan kita bisa mengukur jumlah anak yang stunting, tapi itu tidak ujug-ujug turunnya," Sri Mulyani.
Hal itu ia sampaikan di hadapan para Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) saat memberi sambutan dalam rakornas pengawasan internal pemerintah di hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (21/3/2019).
Karena itu lah, kata Sri Mulyani, APIP perlu memberikan perhatian lebih pada anggaran belanja pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan SDM.
Sebab, dana yang dianggarkan untuk pembangunan kualitas SDM jumlahnya cukup besar.
Sehingga tantangan dalam akuntabilitas APBN di tahun 2019 jauh lebih sulit ketimbang tahun sebelumnya."Mengukur jumlah kurang gizi atau stunting apakah turun atau tidak itu tidak bisa langsung. Anaknya dalam satu minggu semakin pinter atau tidak (juga tidak bisa langsung), tetapi uangnya sudah habis," ujar mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.
Sri Mulyani menambahkan, tahun ini anggaran belanja pemerintah untuk pembangunan SDM memang cukup besar.
Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan daya saing melalui peningkatan baik dari sisi kesehatan maupun kecerdasan SDM Indonesia.
Menurut Sri Mulyani untuk bidang pendidikan, alokasi anggaran pendidikan konsisten 20 persen dari APBN atau sebesar Rp492,5 triliun. Anggaran ini diarahkan untuk meningkatkan akses, distribusi, dan kualitas pendidikan.
Beberapa perbaikan yang dilakukan antara lain pengalokasian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) berbasis kinerja dan afirmasi.
Percepatan pembangunan sarana prasarana sekolah dan universitas (sebagian dilaksanakan Kementerian PUPR; dan Dana Alokasi Khusus yang disupervisi Kementerian PUPR).
Serta pengalokasian dana abadi penelitian, dan penguatan pendidikan vokasi untuk meningkatkan link and match dengan kebutuhan industri.
Pemerintah juga menjaga pemenuhan anggaran kesehatan lima persen dari APBN atau sebesar Rp123,1 triliun, yang diarahkan untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan.
Beberapa perbaikan yang dilakukan antara lain Perluasan Penerima Bantuan luran dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional (mencapai 96,8 juta jiwa pada 2019) diikuti peningkatan ketepatan sasaran, percepatan penanganan stunting pada 160 Kabupaten/Kota, dan melanjutkan optimalisasi bauran kebijakan pengendalian defisit BPJS kesehatan.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Nur Hidayah Perwitasari