tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani membantah memangkas subsidi listrik dari Rp62,2 Triliun ke Rp54,79 triliun pada pembahasan RAPBN 2020. Subsidi listrik turun disebabkan adanya perubahan dalam asumsi makro.
“Tidak ada pemangkasan (subsidi listrik). Ini perubahan asumsi. ICP (Indonesian Crude Price) dari US$65 per barel ke US$63 per barel. Perhitungannya (subsidi) jadi berubah,”ucap Sri Mulyani kepada di Jakarta, Jumat (6/9/2019).
Sri Mulyani menjelaskan angka subsidi listrik yang lebih rendah dari perencanaan awal adalah hal yang wajar. Hal itu dikarenakan ada perubahan dalam asumsi harga ICP, perhitungan produksi minyak siap jual (lifting) hingga biaya penggantian operasi migas kepada kontraktor (cost recovery).
Alhasil, asumsi yang diputuskan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) bersama Komisi VII itu berimplikasi terhadap menurunnya angka subsidi listrik pada 2020. Adapun, asumsi lainnya seperti kurs rupiah masih dalam level yang tetap.
“Itu yang dihitung kan, cost produksinya jadi turun. Jadi ini salah kalau dipikir adalah penurunan atau pengurangan (subsidi listrik). Jadi tidak menurunkan apa-apa. Ini implikasi dari asumsi,” ucap Sri Mulyani.
Sebelumnya, penurunan subsidi listrik ini sudah disepakati oleh Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR RI. Penghematan subsidi listrik sebesar Rp6 triliun disumbang oleh dicabutnya subsidi listrik 900 VA bagi pelanggan kategori mampu.
Pelanggan RTM 900VA ini akan mulai mengalami kenaikan harga tarif listrik seiring dengan perubahan harga komoditas ICP dan kurs rupiah. Kementerian ESDM menyebutnya dengan istilah pemberlakuan penyesuaian tarif atau tariff adjustment.
Editor: Ringkang Gumiwang