Menuju konten utama

Sri Mulyani: APBN Bantu Sektor Perumahan Rp228,9 T sejak 2015

Menurutnya, total dana APBN untuk sektor perumahan lebih besar dibandingkan dengan akumulasi iuran Tapera selama 10 tahun.

Sri Mulyani: APBN Bantu Sektor Perumahan Rp228,9 T sejak 2015
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa (kanan) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah), dan Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti (kiri) mengikuti Rapat Kerja dengan Komite IV DPD di Ruang GBHN, kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengungkapkan bahwa sebelum pemerintah berencana menerapkan iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera), anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sudah hadir untuk memberikan akses pembiayaan perumahan kepada masyarakat berpendapatan rendah (MBR).

Dia mencatat bahwa sampai saat ini APBN telah menyediakan Rp105 triliun untuk program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).

Itu dana bergulir yang dipakai untuk MBR mendapatkan rumah. Bahkan ada kombinasi waktu itu yang kita introduce melalui anggarannya PUPR, seperti anggaran untuk bantuan uang muka, anggaran dana subsidi bunga, dan FLPP untuk likuiditas bank seperti BTN dan kombinasi berbagai bank lain,” katanya, dalam rapat kerjaKomite IV DPD RI bersama pemerintah, di Gedung Parlemen, Selasa (11/6/2024).

Menurut Sri Mulyani, sejak 2015, dana FLPP tersebut memungkinkan bank memberikan kredit dengan bunga murah kepada MBR. Sri Mulyani merinci bahwa pada tahun itu, APBN telah membiayai pembangunan rusun dengan dana senilai Rp13,3 triliun. Kemudian, peruntukan bagi dana bergulir FLPP sebesar Rp5,1 triliun.

Pada 2016, pemerintah kembali memberikan bantuan uang muka yang dikenal sebagai subsidi selisih bunga sebesar Rp220 miliar.

“Jadi, ada kombinasi uang muka subsidi suku bunga plus dana sendiri yang bergulir ciptakan likuiditas. Tahun 2016, APBN hadir total Rp15,52 triliun,” imbuh dia.

Pada 2017, anggaran untuk pembiayaan rumah bagi MBR naik menjadi Rp18 triliun dan Rp18,81 triliun di 2019. Pada 2020, kenaikannya menjadi semakin tinggi, yaitu mencapai Rp24,19 triliun. Pada 2021, ia mengalami kenaikan lagi hingg Rp28,95 triliun, serta Rp34,15 triliun pada 2022.

Pada 2023, anggaran pembiayaan rumah turun menjadi Rp31,88 triliun dan kembali turun pada 2024 menjadi Rp28,25 triliun.

“Jadi, total kehadairan APBN untuk bantu sektor perumahan terutama MBR dari 2015 hingga 2024 sudah Rp228,9 triliun,” imbuh Menkeu.

Menurutnya, total dana ini lebih besar dibandingkan dengan 3 persen tarif iuran Tapera. Pasalnya, jika dilaksanakan, dana yang bakal terkumpul dari iuran Tapera “hanya” sekitar Rp50 triliun saja dalam jangka waktu 10 tahun.

Sepeti yang FLPP sendiri, itu capai Rp105 triliun itu masih akan terus bergulir. Kalau masyarakat bisa mencicil 18 tahun, bisa menjadi lebih pendek karena mereka pendapatan naik. Maka pendapatan bisa bergulir untuk MBR yang lain,” jelas Sri Mulyani.

Ani melanjutkan bahwa dibandingkan dengan iuran Tapera, masalah yang lebih penting untuk dibahas adalah soal kebijakan harga rumah. Sebab, harga rumah untuk MBR bisa naik sewaktu-waktu, dari yang sekarang di kisaran Rp160-Rp170 juta menjadi Rp300 juta.

Hal lain yang juga penting adalah soal status MBR yang menurut Menkeu perlu diperjelas lagi.

Baca juga artikel terkait TAPERA atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi