tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani mewaspadai adanya ketidakpastian yang berpotensi memengaruhi rating utang atau credit rating Indonesia pada 2021. Ia bilang pemerintah akan berupaya menjaga hal itu agar tidak mengganggu pengelolaan utang pemerintah terutama pada sisi imbal hasil.
“Kami akan jaga supaya rating tetap terjaga sehingga bisa masuk kelompok emerging market yang bertahan dalam rating cukup baik meski seluruh dunia banyak mengalami downgrade rating oleh Moody's and rating agency lain,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Selasa (29/9/2020).
Sri Mulyani mengatakan penurunan rating ini sudah dialami oleh sejumlah negara. Imbasnya utang mereka menjadi semakin berat.
“Emerging market lain langsung mengalami kemerosotan rating karena suasana COVID-19 meningkatkan beban hutang mereka,” ucap Sri Mulyani.
Agar Indonesia tidak mengikuti jejak mereka, Sri Mulyani memastikan pada 2021 akan dijaga dengan sebaik mungkin. Ia bilang pandemi COVID-19 memang telah memaksa pemerintah melebarkan defisit menjadi 6,34 persen pada 2020 dan 5,7 persen di 2021, tetapi pengelolaannya akan dijaga agar tetap berkelanjutan.
Pada 2021 nanti, pemerintah bakal melakukan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di angka Rp1.207,3 triliun. Angka itu naik dari APBN 2020 sesuai Perpres 72/2020 di angka Rp1.173,7 triliun.
“Kami akan berusaha untuk terus menunjukan komitmen menjaga APBN kami,” ucap Sri Mulyani.
Selain melakukan lelang SBN, Sri Mulyani mengatakan pemenuhan pembiayaan utang juga akan dilakukan melalui pinjaman baik itu bilateral maupun multilateral. Selebihnya, keterlibatan Bank Indonesia dalam lelang SBN di pasar perdana seperti SKB Gubernur BI dan Menkeu No. 1 Tahun 2020 yang terbit April 2020 juga akan tetap dipertahankan sampai 2021 nanti.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan