tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengakui terjadi tumpang tindih antara bantuan sosial yang diterima masyarakat selama pandemi Corona atau COVID-19. Ia bilang ini adalah hal yang wajar karena pemerintah memfokuskan agar masyarakat dapat menerima bantuan lebih dulu.
“Banyak menanyakan tumpang tindih itu ada, tapi lebih baik daripada tidak dapat,” ucap Sri Mulyani dalam teleconference bersama wartawan, Jumat (8/5/2020).
Meski demikian, Sri Mulyani tidak menampik kalau masih ada penduduk yang belum dapat bantuan. Soal ini ia menyinggung peran Kemensos yang seharusnya mendata penduduk itu alih-alih menyalahkan dari sisi ketersediaan anggaran.
“Ada yang mengatakan ada kelompok yang belum masuk. Itu harusnya di update di Kemensos untuk bisa mendapatkan bansos. Jadi bukan masalah anggaran, tapi lebih ke focusing target dan data,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyebutkan saat ini pemerintah telah menyalurkan bantuan kepada 55 persen penduduk Indonesia. Ia juga menambahkan jumlah itu belum memperhitungkan bantuan yang juga sudah disalurkan pemda.
Lebih rinci, Sri Mulyani menyatakan bantuan yang diberikan pemerintah pusat memang disediakan bagi berbagai lapisan masyarakat. Program Keluarga Harapan (PKH) misalnya disalurkan bagi 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) setara 16 persen penduduk Indonesia. Kartu sembako untuk 20 juta KPM setara 36 persen penduduk.
Lalu ada juga subsidi listrik 450 VA dan 900 VA yang mencangkup 24 juta plus 7,2 juta KPM. Cangkupannya ia bilang mencapai separuh penduduk Indonesia.
Lalu ada juga bantuan tambahan bansos tunia kepada 9 juta KPM di DKI Jakarta di luar kartu sembako sehingga ia berkesimpulan sudah hampir mendekati 55 persen penduduk Indonesia karena sebagian besar berada di Jabodetabek. Ditambah bansos dari dana desa untuk 11 juta KPM ia bilang seharusnya sudah mencapai 60 persne penduduk.
Ia juga menambahkan pemerintah bahkan membantu masyarakat kelas menengah melalui kartu prakerja. Penerimanya 5,6 juta orang.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz