Menuju konten utama

Soejoso Karsono, Bapak Studio Rekaman Pertama Indonesia

Soejoso Karsono adalah mantan komodor AURI pecinta musik yang mendirikan Irama Record. 

Soejoso Karsono, Bapak Studio Rekaman Pertama Indonesia
Ilustrasi Soejoso Karsono. FOTO/Wikipedia

tirto.id - Pada masa awal Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) berdiri, perwira tingginya rata-rata berusia 20 hingga 30-an. Termasuk Soejoso Karsono—yang kelahiran Tanjungpandan, 18 Juli 1921. Pangkatnya Opsir Oedara I. Laki-laki yang pernah belajar di Sekolah Dagang ini akhirnya masuk dalam penerbangan militer Indonesia dan jadi orang yang cukup penting di Angkatan Udara.

Buku Sejarah TNI Angkatan Udara: 1945-1949 (2004:195) menyebut dia pernah ditunjuk menjadi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), meski hanya cadangan saja. Sementara buku Awal Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950(48) menyebut dirinya pada 1946 ikut membangun Sekolah Administrasi di Angkatan Udara yang baru lahir. Pada 1949, dia berada di Aceh dan mengurus radio PHB AURI. Soejoso kadang-kadang berusaha menghidupkan suasana di daerah Republik, “menyumbangkan suara dan bermain gitar, membumbui siaran hidup, yang kemudian dimeriahkan oleh paduan suara dara-dara SMA dan SMP, asuhannya.”

Soejoso dikenal sebagai pendiri kelompok musik Hawaiian Lieve Souvenier yang dibentuknya di Semarang, dan kemudian Elshinta Hawaiian Senior yang dibentuk di Jakarta. Tidak hanya musik Hawaiian, dia juga bisa bermain musik jazz. Karena punya kemampuan bernyanyi, serta posisi dan kerja-kerjanya sebagai perwira tinggi Angkatan Udara, maka Soejoso Karsono—yang dikenal sebagai Mas Jos—pun dijuluki The Singing Commodore.

Studio Rekaman Irama

Setelah Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Kerajaan Belanda, suasana tenang kembali terwujud. Mas Yos yang sudah berpangkat Komodor, bisa meneruskan hobi bermusiknya. Pada 17 Mei 1951, Mas Yos pun mendirikan The Indonesian Music Company Limited dan studio rekaman Irama Record di Jakarta. Seperti ditulis Denny Sakrie dalam 100 Tahun Musik Indonesia (2015:21), Mas Yos membangun studio “di garasi rumah seluas 2x3 meter persegi di Jalan H. Agus Salim No. 65 dan di Jalan Besuki No. 23.”

Soejoso awalnya juga merekam suaranya dalam menyanyikan lagu-lagu berbahasa Indonesia. Termasuk lagu ciptaan Ismail Marzuki. “Musik adalah gairah. Tak heran jika idealisme bermusik Mas Jos sangat tinggi,” puji Denny Sakrie.

Irama merekam juga suara musisi-musisi kondang macam Nick Mamahit, Mus Mualim, Bing Slamet, Sam Saimun, Titiek Puspa, Bubi Chen, Sjaiful Bachri, Jack Lesmana, Rachmat Kartolo, Adikarso, Nien Lesmana, Ida Rojani, Jules Fioole, Hasnah Thahar, fenty Effendy, Dara Sitompul, Oslan Husein, Ivo Nilakreshna, Mus DS, Trio Parsito, Lilis Surjani, Munif Bahusuan, Mashabi, Chritina, Yanti Bersaudara, Trio Visca, Waldjinah, Nenny Triana, Kris Biantoro, Henny Purwonegoro, mariati, Orkes Teruna Ria, Orkes Simanalagi, Orkes Kelana Ria, Karsono Bersaudara dan satu yang kemudian jadi legenda musik Indonesia: Koes Bersaudara.

Diantara mereka, rekaman piano Nick Mamahit dan kelompok kuartetnya adalah yang pertama direkam. Seperti dicatat Theodorus KS dalam Rock 'n Roll Industri Musik Indonesia: Dari Analog ke Digital (2013:9), band Nick ini beranggotakan Max van Dalm pada bass, Dirk van der Capellen pada drum, dan Dick Abel pada gitar. Rekaman itu menghasilkan piringan hitam.

Irama, yang dipimpin Soejoso Karsono dan Jack Lammers alias Jack Lesmana sebagai teknisi studio rekamannya, adalah penemu bakat dari Tonny Koeswoyo dan saudara-saudaranya. Jos dan Jack, adalah orang yang menantang Tonny dan saudara-saudaranya waktu datang untuk mengajukan diri rekaman, untuk membuat lagu sendiri dalam waktu dua minggu. Mereka menyanggupi, dan jadilah album perdana, Kus Bersaudara. Album tersebut jadi album penting dalam karir musik Koes Bersaudara, yang kelak menjelma jadi Koes Plus.

Selain Nick Mamahit dan Tonny Koeswojo bersaudara, Tehodorus KS juga mencatat soal rekaman unik lain yang dihasilkan Irama adalah rekaman Oslan Husein yang membawakan lagu "Bengawan Solo" dalam irama rock n roll. Lagu ciptaan Presiden Sukarno, "Bersuka Ria"juga direkam Irama dan dinyanyikan oleh Bing Slamet, Titiek Puspa, Rita Zahara, dan Nien --adik Soejoso yang lantas menikah dengan Jack Lesmana dan punya anak Mira dan Indra. Lagu ini, seperti ditulis Denny Sakrie (2015:68), dimaksudkan untuk menghalau budaya barat yang keras masuk ke Indonesia.

Studio Irama sempat pindah ke Jalan Cikini Raya, masih tidak jauh dari kawasan elite Menteng. Namun, studio tetap sederhana. Suara kereta api atau hujan bisa jadi gangguan dalam proses rekaman di situ. Sedangkan kantor Irama berada di Jalan Blora, Menteng. Awalnya, seperti ditulis Theodorus KS (2013:10-11) piringan hitam hasil rekaman Irama Record dicetak di luar negeri, sebelum akhirnya Irama punya pabrik sendiri.

Kode-kode piringan hitam pun ikut berganti. Misalnya piringan hitam musik keroncong yang biasanya IRK hanya jadi K dan untuk musik Melayu: M, lagu barat: B, Batak: DK, Jawa: Dj, Bali:DB, Minangkabau:DN dan Aceh: DA. Irama yang merekam berbagai macam lagu ini akhirnya tidak bertahan lama. Dinyatakan pailit pada 1967, tapi tahun berikutnya 3 perusahaan rekamannya lahir: Elshinta, Jasmine dan J&B.

Infografik Soejoso Karsono

Infografik Soejoso Karsono. tirto.id/Fuad

Berdirinya Radio Elshinta

Mas Yos, punya anak bernama Shinta. Tak heran jika nama salah satu perusahaannya adalah Elshinta. Selain sebagai perusahaan rekaman, Elshinta menjadi nama radio. Tanggal 14 Februari 1968, tepat di hari Valentine, Elshinta resmi mengudara pada gelombang 1368 KHz.

Awalnya, seperti ditulis Aris Santoso dkk dalam Hoegeng: Oase Di Tengah Keringnya Penegakan Hukum di Indonesia (2014:121), radio ini adalah radio amatir. Suatu hari, Yos mendatangi Kepala Polisi Jenderal Hoegeng Imam Santoso di rumahnya. Tanpa ragu, Yos bilang ke Hoegeng, “Yuk, Mas Hoegeng, kita berdua ngomong-ngomong di corong (radio) Elshinta."

Hoegeng awalnya agak enggan. “Tapi setelah dijelaskan bahwa acara kami sekadar cerita-cerita, omong seenaknya dan langsung hidup, tanpa direkam terlebih dahulu, saya bergairah juga jadinya,” aku Hoegeng.

Jadilah acara itu dikenal sebagai Obrolan Mas Hoegeng, dan pendengarnya lumayan. Acara ini cerdas dan penuh humor. Kala itu Hoegeng masih Kapolri. Bukan tidak mungkin acara ini bikin Hoegeng makin dikenal publik. Di tengah acara Obrolan Mas Hoegeng itu, ada selingan lagu-lagu Hawaiian. Acara ini pun bikin beberapa musisi Hawaiian bikin kelompok musik: Hawaiian Seniors, yang juga sering isi acara di Elshinta. Sebelum Hoegeng dilarang nongol, TVRI dan Elshinta menayangkan Hawaiian Seniors selama 10 tahun.

Seperti kebanyakan radio, Elshinta juga memutar musik. Pada 1980an hingga pertengahan 1990an, musik populer Top 40 juga diputar. Elshinta bahkan ikut menyusun peringkat lagu yang sedang populer. Elshinta beralih ke jazz di masa-masa mengudara di gelombang baru: 90.05 FM.

Sekitar pertengahan 1990-an, ada program Adult Contemporary atau Jazzy Tunes. Padahal pendirinya yang suka musik jazz, sudah meninggal pada 26 Oktober 1984. Puluhan tahun setelah Mas Yos meninggal, Elshinta berkembang lebih dari sekadar radio, tapi juga ke media daring. Elshinta dan jazz tentu saja terkait dengan kecintaan pendirinya pada musik jazz. Musik jazz tidak hanya merasuk pada Soejoso Karsono saja, iparnya dan keponakannya, alias Jack dan Indra, juga tercatat sebagai bagian penting dari musik jazz Indonesia.

Baca juga artikel terkait RADIO atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Nuran Wibisono