tirto.id - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai pasal penghinaan DPR dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terlalu berlebihan. Hal tersebut justru akan mendegradasi KUHP.
"Kalau DPR anti kritik lebih baik bubar saja, justru DPR itu tempat menampung kritik terhadap pemerintah atau eksekutif, kekuasaan kehakiman yudikatif maupun terhadap legislatif atau DPR," ujarnya kepada Tirto, Rabu (9/6/2021).
Menurut Fickar, mestinya KUHP berlaku secara umum. Bukan untuk mengakomodir kepentingan perorangan atau lembaga-lembaga tertentu.
"DPR itu dari dulu terutama oknum-oknumnya antikritik," ujarnya.
Dalam Pasal 353 ayat (1) di draf RKUHP disebutkan bahwa setiap orang yang menghina kekuasaan umum atau lembaga negara secara tulisan maupun lisan, dapat dipidanakan hukuman penjara satu tahun enam bulan.
Dan dalam pasal yang sama ayat (3), aduan hanya bisa dilakukan oleh pihak yang dihina.
Begitu juga dengan bunyi pasal 354 dengan masa hukuman penjara 2 tahun.
"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana," tulis pasal tersebut.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri