tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih menunggu kajian tim ahli Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) mengenai efektivitas 2 obat terapi kanker kolorektal (usus besar) Bevacizumab dan Cetuximab.
Kajian tersebut akan menentukan keputusan akhir Kemenkes mengenai nasib 2 obat kanker tersebut dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Saya menunggu laporan, tentu kami harus punya evidence based, kalau IKABDI bisa membuktikan indikasi tepat, [2 obat itu] bisa meningkatkan kualitas hidup," ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek di Balai Kartini, Jakarta Selatan, pada Rabu (20/3/2019).
Dua obat kanker itu semula dihapus dari Program JKN melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/707/2018. Kemutusan itu awalnya dijadwalkan berlaku mulai 1 Maret 2019.
Akan tetapi, Menkes Nila kemudian menunda pelaksanaan keputusan itu karena ada kajian ulang sehingga penggunaan 2 obat kanker kolorektal masih bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
"Sementara tunda dulu, kalau betul bisa ada restriksi, kami bisa mengubahnya bagi pasien kolorektal metastasis dengan pemeriksaan laboratorium. Saya tidak tahu, mereka [IKABDI] yang tahu ini bermanfaat atau tidak," kata Nila.
Dia menambahkan sikap Kemenkes dalam kasus ini akan sama seperti saat pembatalan keputusan mencabut obat kanker payudara Trastuzumab dari program JKN.
Pembatalan keputusan itu, kata dia, dilakukan ketika ada bukti bahwa penggunaan obat tersebut meningkatkan kualitas hidup penyintas kanker.
Meskipun pemberian Bevacizumab dan Cetuximab untuk pasien kanker masih bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan, Nilai mengingatkan para dokter per berhati-hati mengingat harganya yang mahal.
"Tetap diberikan obat kanker, tapi untuk dua itu harus hati-hati, karena semua dokter begitu kolorektal langsung memberi, itu satu obat luar biasa [harganya], kan bisa untuk menolong yang lain," kata dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom