Menuju konten utama

Soal Masjid Terpapar Radikalisme, BIN: Yang Radikal Penceramahnya

BIN mengklarifikasi informasi dari pejabat lembaga itu yang menyebut 41 masjid di lingkungan kantor pemerintah terpapar paham radikal. BIN menyatakan hanya menemukan para penceramah di 41 masjid terindikasi berpaham radikal.

Soal Masjid Terpapar Radikalisme, BIN: Yang Radikal Penceramahnya
Ilustrasi masjid. Getty Images/iStockphoto.

tirto.id - Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto mengakui hasil riset lembaganya, yang menyebut 41 masjid di lingkungan kantor pemerintah terpapar radikalisme, adalah pengembangan dari kesimpulan survei Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).

Namun, dia mengklarifikasi informasi yang semula disampaikan oleh Kasubdit di Direktorat 83 BIN, Arief Tugiman, tersebut. Wawan mengklaim BIN tidak menyimpulkan 41 masjid tersebut terpapar radikalisme. Lembaganya, kata dia, hanya mengidentifikasi penceramah pada masjid-masjid itu masuk dalam kategori radikal.

“Sekitar 50-an penceramah. […] Untuk membuka [namanya tidak bisa], memang ini kategori yang rahasia,” kata Wawan di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, pada Selasa (20/11/2018).

Wawan menjelaskan penilaian bahwa 50-an penceramah itu masuk di kategori radikal berdasarkan isi ceramah mereka. Ia mencontohkan hal itu terlihat dari kebiasaan para penceramah itu yang mengutip ayat-ayat perang dan menyuarakan untuk mendukung ISIS. Meski termasuk dalam kategori yang bisa ditolerir, menurut dia, para penceramah itu patut diawasi.

“Masjidnya sih enggak ada yang radikal,” katanya. “Ini semua berkoordinasi BIN dengan kementerian terkait, kementerian agama, dan kementerian yang mengelola masjid itu.”

Menurut Wawan, BIN mengeluarkan hasil survei itu bukan untuk membuat kegaduhan. Ia mengatakan hasil survei itu perlu dipublikasikan untuk meningkatkan kewaspadaan saja.

Riset P3M yang menjadi rujukan BIN berlangsung pada September-Oktober 2017. Meski demikian, Wawan mengklaim pihaknya telah mengembangkan penelitian ini dan telah memperbaharuinya.

"Semula memang dilakukan P3M, itu terus kita lakukan pendalaman sendiri," kata dia. Namun, tidak ada tambahan objek survei dari BIN. Jumlah masjid yang disurvei tetap 100 masjid.

Dia menambahkan BIN juga menemukan indikasi penyebaran paham radikalisme di 7 kampus. Data itu, kata dia, ialah hasil survei pada 50 Perguruan Tinggi Negeri di 15 provinsi di Indonesia.

“Namun data PTN dimaksud hanya disampaikan kepada pimpinan universitas tersebut […] guna menghindari hal-hal yang merugikan universitas tersebut,” kata dia.

Dalam berita Tirto sebelumnya soal isu ini, Direktur Pengawas P3M, Agus Muhamad membenarkan hasil riset lembaganya menyimpulkan 41 masjid di lingkungan pemerintah terpapar radikalisme.

“Pernyataan dari BIN itu mengutip hasil survei kami terhadap 100 masjid, yang kami lakukan September-Oktober 2017 yang lalu,” kata dia. 100 masjid itu tersebar di kantor Kementerian, BUMN dan lembaga negara di Jakarta.

Agus menjelaskan maksud dari masjid yang terpapar radikalisme dalam survei itu ialah masjid yang terindikasi menyiarkan khotbah bermuatan radikal, ujaran kebencian, dan intoleransi.

Secara lebih rinci, dari 41 masjid, survei P3M menemukan 17 masjid berada dalam kategori radikal tinggi, 17 lainnya dalam kategori radikal sedang dan 7 masjid di kategori radikal rendah. Sekalipun demikian, P3M menyebut hasil survei itu perlu dibaca sebagai “baru sebatas indikasi”.

P3M menggarisbawahi bahwa survei khotbah bermuatan radikal, ujaran kebencian, dan intoleransi itu dipantau sebatas dari kegiatan khotbah Jumat-nya. Artinya, bisa jadi tidak sepenuhnya masjid-masjid yang terindikasi benar-benar radikal.

“Tapi temuan ini bisa juga dibaca sebaliknya, fakta yang sesungguhnya lebih radikal dari temuan lapangan. Itulah sebabnya survei ini perlu didalami untuk mendapatkan fakta yang lebih empiris,” tulis P3M dalam rilis yang pernah dibuat lembaga itu mengenai hasil risetnya.

Baca juga artikel terkait RADIKALISME atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom