tirto.id - Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menilai masuknya 261 ton beras impor ke gudang Bulog sebagai kegagalan Pemerintahan Jokowi mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia.
"Kita mengimpor itu kan berarti tidak mampu memproduksi sendiri, mengadakan sendiri. Jadi boro-boro mau kedaulatan pangan, ini berarti kedaulatan pangan di era Pak Jokowi sudah gagal total," kata Fadli di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/2/2018).
Fadli menilai, pernyataan Jokowi juga kerap berbeda dengan fakta di lapangan. Pasalnya, Jokowi sempat menyatakan agar tidak terlalu banyak melakukan impor bahan-bahan pokok. Sementara saat ini pemerintah melakukan impor.
"Pernyataannya tidak sinkron dengan pernyataan di lapangan," kata Fadli.
Lagi pula, menurut Fadli, impor beras dekat dengan perburuan rente oleh oknum tertentu karena besarnya margin harga di luar negeri dengan di dalam negeri.
"Saya pernah jadi wakil ketua pengawas impor beras tahun 2005-2007, itu harga beras di Vietnam murahnya luar biasa, kemudian orang bisa dapat untung berpuluh kali lipat dari impor beras ini," kata Fadli.
Perum Bulog sebelumnya memastikan 261 ribu ton stok beras impor yang masuk gudang perseroan di akhir bulan ini. Jumlah ini lebih kecil ketimbang penugasan impor beras pemerintah sebesar 281 ribu ton.Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti menyatakan, jumlah stok beras Bulog khususnya dari impor akan terus bertambah.
"Masih ada yang proses bongkar. Ada kapal yang masuk perairan dan belum bongkar. Stok eks impor harus update (perbaharui) terus. Sampai akhir bulan ini tercatat nanti 261.000 ton yang masuk gudang," ujar Djarot dikutip dari Antara, Selasa (27/2).
Dalam hal ini, data Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, menyatakan harga beras khususnya kualitas medium sudah mengalami kenaikan tipis.
Pada Jumat (23/2), rata-rata harga nasional Rp11.084 per kilogram, dan pada Senin (26/2) menjadi Rp11.085 per kilogram, atau masih di atas HET yang ditentukan yakni sebesar Rp9.450 per kilogram untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto