tirto.id - Mantan Presiden RI sekaligus Ketua Umum PDIP Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie berbeda istilah dalam menilai haluan pembangunan negara, pada acara "Konvensi Nasional tentang Haluan Negara", yang juga dihadiri mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Zulkifli Hasan, dan Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid di Balai Sidang Jakarta, Rabu (30/3/2016).
Dalam sambutannya Megawati lebih memilih istilah Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PPNSB), sedangkan Aburizal lebih memilih istilah Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Untuk diketahui, PPSB di zaman pemerintahan Presiden Soekarno dikukuhkan dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Belakangan konsep tersebut berubah nama menjadi GBHN sebagaimana dikukuhkan dalam Tap MPR No IV/MPR/1973 tentang GBHN di zaman pemerintahan Presiden Soeharto.
Menurut Mega, PPNSB seperti digagas Presiden Pertama RI Soekarno bisa dijadikan sebagai haluan negara karena tidak hanya ideologis tapi juga ilmiah. "Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana adalah suatu kebijakan politik pembangunan yang tidak hanya berwatak ideologis sekaligus teknokratis, tetapi dapat dipastikan bersifat ilmiah, dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan," kata Megawati.
Mega menjelaskan PPNSB tersebut disusun oleh Dewan Perancang Nasional (Dapernas) yang anggotanya berasal dari seluruh kekuatan rakyat seperti para ahli, cendikiawan berbagai bidang, serta para akademisi dari berbagai perguruan tinggi. Menurut dia, tidak kurang dari 589 orang yang bergabung di dalam "Seksi Penelitian Nasional Berencana" tersebut.
"Artinya, ilmu pengetahuan digunakan oleh Depernas sebagai basis kerangka berpikir nasional dalam perumusan metode penelitian, metode perumusan, pembuatan rancangan, implementasi, pengawasan dan penilaian terhadap dijalankannya Tripola Pembangunan," ujarnya.
Megawati mengatakan, cita-cita masyarakat adil dan makmur membutuhkan suatu perencanaan menyeluruh, overall planning, planning semesta, perencanaan yang meliputi semua bidang, dalam satu cetak biru yang didasarkan pada kebutuhan dan kepribadian Rakyat Indonesia.
"Pendeknya, kesemuanya mengandung muatan berencana. Berbagai perencanaan tersebut harus menjadi milik dari/dan harus dilaksanakan oleh seluruh Rakyat Indonesia untuk mencapai cita-citanya," katanya.
Dalam kesempatan sama, politisi Golkar yang akrab disapa Ical itu menyatakan mendukung penerapan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai panduan pembangunan jangka panjang bangsa Indonesia. "GBHN merupakan suatu hal yang sangat penting dalam UU. Karena GBHN itu adalah suatu produk UU," kata Ical.
Ical juga menyatakan Partai Golkar sangat mendukung GBHN sebagai pintu masuk dari perubahan UUD 1945. "Kami yakin pada saat reformasi ada hal yang perlu dilakukan perbaikan, sehingga sampai dilakukan empat kali perubahan UUD itu. Ternyata batang tubuh daripada UUD itu sudah tercabut dalam mukadimah UUD 1945, yang di dalam tercantum tentang butir-butir Pancasila," katanya. (ANT)