tirto.id - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengaku bingung saat dirinya ikut terseret kasus korupsi pengadaan alat kesehatan bersama mantan Sekretaris Ditjen Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan, Mulya Hasjmy.
Hal itu dia ungkapkan dalam persidangan peninjauan kembali (PK) perkaranya, Jumat (29/6/2018). Sidang kali ini juga menghadirkan ahli hukum Made Darma Weda.
Di persidangan, Siti mempertanyakan alasan dirinya dipidana bersama-sama dengan Mulya Hasjmy dan dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
"Tahun 2012 ada perkara yang menyangkut M (Mulya). Dalam putusan hakim yang sudah inkracht, dia bersalah bersama-sama dengan X. Nama saya tidak tersangkut sama sekali. Dia di situ tidak dibantu Menkes. Dia menerima hukuman sendiri sudah inkracht," kata Siti, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Pusat, Jumat (29/6/2018).
Siti Fadilah telah divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan. Dalam perkara tersebut, Siti dianggap terbukti menyalahgunakan kewenangan selaku Menteri Kesehatan dan pengguna anggaran (PA) dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005 pada pusat penanggulangan masalah kesehatan (PPMK) Kemenkes. Penyalahgunaan wewenang oleh Siti mengakibatkan kerugian negara Rp6,14 miliar.
Sementara Mulya Hasjmy sudah dihukum dan dipidana 2,8 tahun penjara pada November 2015 dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan. Mulya tercatat pernah menjabat Sekretaris Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes RI 2006-2007 dan 2009.
Ahli hukum yang dihadirkan di sidang PK itu, Made Darma Weda membenarkan pendapat Siti Fadilah soal putusan perkara Mulya Hasjmy. Menurut dia, Siti tidak seharusnya dikenakan pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP karena dinilai membantu Mulya.
"Dalam konteks teori, kalau misalnya Mulya terbukti divonis sendiri dan tidak ada keterlibatan orang lain [dalam putusan], seharusnya Ibu Siti tak dicantumkan pasal 55 [KUHP]," ujarnya.
Jaksa sempat bertanya kepada Made tentang kemungkinan menjerat Siti dengan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, apabila ada bukti yang cukup meskipun hal itu tidak dimuat dalam putusan Mulya Hasjmy.
Namun, Made menjawab bahwa Siti tetap tak bisa dijerat dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ia menilai penyidikan perkara Siti seharusnya berdiri sendiri.
"Karena Pasal 55 itu Bu Siti memang [divonis] sama orang lain itu, tapi ketika [vonis] orang lain itu, dia [Mulya] sendirian, itu kan tidak konsisten," ujar Made.
Kuasa hukum Siti, Ahmad Kholidin berpendapat perbedaan dua putusan tersebut sekaligus menunjukan adanya kekhilafan majelis hakim dalam memvonis perkara Siti. Ia berharap alasan ini akan menjadi pertimbangan majelis hakim untuk mengabulkan PK yang diajukan kliennya.
"Salah satu alasan kita mengajukan PK karena adanya dua putusan yang bertentangan dan sudah sama-sama inkracht. Ini kita minta pertimbangannya mana yang bisa dijadikan bahan untuk melepaskan ibu Siti," kata Kholidin.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom