Menuju konten utama

Sinopsis Film Doea Tanda Mata dan Profil Sutradara Teguh Karya

Sinopsis Doea Tanda Mata yang merupakan film dengan genre perjuangan yang disutradarai oleh Teguh Karya.

Sinopsis Film Doea Tanda Mata dan Profil Sutradara Teguh Karya
Doea Tanda Mata. wikimedia commons/Andri h

tirto.id - Film berjudul Doea Tanda Mata merupakan film dengan genre perjuangan yang diproduksi pada tahun 1985. Doea Tanda Mata disutradarai oleh Teguh Karya, seorang seniman Indonesia di bidang perfilman.

Doea Tanda Mata dibintangi jajaran aktor aktris pada masanya, yakni Alex Komang, Yenny Rachman, Sylvia Widiantono, Piet Pagau, Henky Solaiman, dan Aria Kusuma Dewa.

Beberapa penghargaan yang sukses diraih oleh Doea Tanda Mata, yaitu empat Piala Citra pada Festival Film Indonesia 1985, termasuk Aktor Terbaik untuk Alex Komang.

Sinopsis Film Doea Tanda Mata

Latar waktu yang diusung oleh film ini adalah pada tahun 1930-an. Saat itu Indonesia masih disebut dengan Hindia Belanda. Mengutip dari laman Film Indonesia, Gunadi merupakan pemuda Klaten yang baru saja menikah. Usia pernikahannya baru setahun saat ia kemudian tertarik dengan gerakan perlawanan di tahun 1930-an.

Ia meninggalkan istrinya yang menjadi guru dan bergabung dengan kelompok pergerakan bawah tanah dengan mencetak selebaran-selebaran gelap. Di percetakan yang merangkap panggung hiburan, ia berkenalan dengan Ining yang diperankan oleh Jenny Rachman.

Ining tampak jatuh hati pada Gunadi. Namun, penyikapan Gunadi tidak jelas. Suatu ketika, Gunadi bentrok dengan kelompoknya karena tidak bisa mengendalikan diri saat sahabatnya dan adik Ining mati.

Sahabat Gunadi dan adik Ining mati ditembak Belanda ketika memboncengkan dirinya dengan sepeda motor. Kemudian peristiwa tersebut terus menghantuinya hingga sering dia bertindak nekad.

Rasa dendam muncul dalam diri Gunadi. Demi misi balas dendam, Gunadi memutuskan untuk mendekati komisaris polisi yang dianggapnya mendalangi kematian sahabatnya.

Melalui Ining yang juga ingin membunuh komisaris itu dengan menjadi gundiknya, Gunadi diterima menjadi sopir, hingga kemudian Gunadi benar-benar menuntaskan balas dendamnya.

Gunadi bisa menembak mati sang komisaris. Sementara itu, kawan-kawan sepergerakan yang terus mencurigai Gunadi, justru menembak lelaki yang digambarkan sebagai peragu juga itu. Maka terlontarlah teriakan Ining yang bisa juga dianggap suara sutradara: 'betapa picik dan kerdil semua mereka itu.'

Profil Singkat Teguh Karya

Teguh Karya lahir di Pandeglang, Banten, pada 22 September 1937, dengan nama Liem Tjoan Hok. Ia merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Saat usianya 10 tahun Teguh dan keluarganya terpaksa mengungsi ke Jakarta karena konflik etnis yang meletus di kampung halamannya.

Ketertarikan Teguh pada dunia perfilman sudah tampak sejak kecil. Bermula dari keikutsertaanya pada kelompok drama di gereja tempatnya beribadah yang kemudian berlanjut pada Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi).

Teguh bergabung dengan Asdrafi, Yogyakarta pada tahun 1954. Selanjutnya Teguh meneruskan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia (1957—1961) lalu di East West Center Honolulu, Hawaii (1962—1963).

Perjalanan panjang Teguh dalam seni peran telah mengantarnya untuk menghasilkan berbagai karya film. Film-film besutan Teguh menjadi saksi kembalinya nafas dunia perfilman Indonesia pada masa Order Baru.

Bersama dengan teater didikannya, yakni Teater Populer, Teguh menghasilkan 13 film: Wajah Seorang Laki-Laki (1971), Cinta Pertama (1973), Ranjang Pengantin (1974), Kawin Lari (1975), Perkawinan dalam Semusim (1976), Badai Pasti Berlalu (1977), November 1828 (1978), Usia 18 (1980), Di Balik Kelambu (1982), Secangkir Kopi Pahit (1984), Doea Tanda Mata (1985), Ibunda (1986), serta Pacar Ketinggalan Kereta (1989).

Baca juga artikel terkait FILM PERJUANGAN atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Film
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Yulaika Ramadhani