tirto.id - Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya mengungkap perkara kasus dugaan penimbunan obat terapi COVID-19. Salah satu terduga pelaku merupakan tenaga kesehatan yakni perawat berinisial RS.
"Ada pasien yang meninggal dunia, obatnya dikumpulkan. Nanti kalau terkumpul dia mainkan harganya (dijual kembali)," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Rabu (4/8/2021).
Selain RS, polisi juga meringkus 23 terduga pelaku lainnya yakni BC, MS, AH, LO, RH, TF, NN, SJ, MS, MH, RB, AH, SO, YN, HH, AA, UF, LP, DW, MI, MR, DS dan MD. Mereka bekerja sama dengan pegawai apoteker. Modus kelompok ini ialah membeli obat terapi COVID-19 dengan resep palsu.
"Mereka mencari keuntungan dengan cara menimbun untuk dijual kembali dengan harga berkali-kali lipat," sambung Yusri.
Sementara obat yang disita yaitu Avigan atau Favipiravir, Actemra, Fluvir Oseltamivir, Azithromycin, dan Ivermectin. Total barang bukti mencapai 6.964 butir dan 27 botol vial obat terapi COVID-19.
Obat terapi COVID yang dijadikan ladang bisnis oleh pelaku harganya naik berkali lipat di pasaran. Bisa berkisaran belasan juta rupiah.
"Mereka menimbun, satu komplotan. Mereka ambil barang dari apotek dan toko-toko obat. Karena ada keterlibatan apoteker dengan gunakan resep-resep palsu," jelas Yusri.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 196 dan/atau Pasal 198 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan/atau Pasal 62 Juncto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Mereka terancam pidana maksimal 10 tahun penjara.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali