Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Erick Thohir Sebut Distribusi Obat COVID Produksi BUMN Diperkatat

Erick Thohir sebut produksi obat-obatan untuk pasien COVID-19 oleh perusahaan BUMN difokuskan untuk Kemenkes dan apotek BUMN. 

Erick Thohir Sebut Distribusi Obat COVID Produksi BUMN Diperkatat
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan keterangan pers di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/6/2021). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.

tirto.id - Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan pemerintah terus memproduksi obat-obatan demi memenuhi kebutuhan dalam menangani COVID-19. Erick sebut obat yang diproduksi BUMN lebih difokuskan untuk apotek yang dikelola BUMN serta permintaan Kementerian Kesehatan.

"Untuk [stok] obat-obatan sendiri sampai September, karena kami proyeksi 2 bulan ke depan, kami fokus ke apotek yang dikelola BUMN, order dari Kementerian Kesehatan, keperluan holding rumah sakit BUMN dan paket 2 juta yang BUMN suplai ke TNI untuk PPKM," kata Erick dalam keterangan daring, Senin (26/7/2021).

Erick pun memaparkan sejumlah data obat yang tersedia per 31 Juli 2021. Ia mencontohkan Azithromycin sebanyak 980 ribu; Oseltamivir 7,7 juta; Favipiravir 4 juta; serta Vitamin C 7,6 juta dan Vitamin D 1,6 juta.

Ia mengaku, pemerintah akan terus melakukan pengadaan. Erik mengatakan, prediksi total produksi obat pada Oktober untuk Azithromycin sebanyak 12 juta hingga 13 juta; Oseltamivir 32 juta; Favipiravir 83 juta; serta Vitamin C 77 juta.

Erick juga mengatakan data produk yang dipegang Kementerian BUMN hanya unit farmasi yang dari BUMN saja. Ia mengaku ada perusahaan swasta lain yang ikut memproduksi obat-obat penanganan COVID seperti Oseltamivir yang juga diproduksi oleh perusahaan swasta Amarox, Etana, Biotik, Kalbe Farma dan perusahaan lain.

"Kita sekarang secara produksi in line, bahan baku juga terkontrol, tapi ini yang saya sampaikan angka-angka yang diproduksi BUMN, di luar swasta," kata Erick.

Meski tetap memproduksi, Erick menegaskan, pelaksanaan distribusi lapangan diperketat dan pembelian dibatasi demi mencegah penimbunan.

"Kita takut ada loophole tentu kita tidak menyalahkan siapa-siapa, misalnya tiba-tiba ada 1 orang bisa beli dalam jumlah besar, itu kita jaga di apotek atau sesuai dengan kebutuhan rumah sakit atau kemenkes," kata Erick.

Baca juga artikel terkait OBAT-OBATAN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz