Menuju konten utama
Nasdem dan Anies

Sikap Pragmatis Anies Mengantarnya Kembali ke Pelukan Nasdem

Setelah dekat dengan beberapa partai, Anies Baswedan akhirnya kembali ke Nasdem, partai yang relasinya dengan pemerintah tidak mulus meski satu gerbong.

Sikap Pragmatis Anies Mengantarnya Kembali ke Pelukan Nasdem
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh (kanan) bersama calon presiden yang diusung Nasdem pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 Anies Baswedan (kiri) saat Deklarasi Calon Presiden Republik Indonesia Partai NasDem di NasDem Tower, Jakarta, Senin (3/10/2022). Partai NasDem resmi mengusung Anies Baswedan maju jadi capres untuk Pemilu 2024. ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.

tirto.id - “Pada hari ini, kita berketetapan hati menopang sebuah gerakan bernama: Nasional Demokrat: Restorasi Indonesia.”

Demikian kata Anies Baswedan dengan yakin pada 2010 silam. Anies, yang saat itu belum punya jabatan di pemerintahan atau partai, meminta izin kepada Surya Paloh untuk membacakan manifesto politik Nasional Demokrat (Nasdem). Nasdem yang ini bukan partai. Ini adalah organisasi masyarakat yang dipelopori oleh Paloh dan Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Total ada 45 orang yang menjadi deklarator, termasuk Khofifah Indar Parawansa (sekarang Gubernur Jawa Timur), Syafi'i Ma'arif (Ketua PP Muhammadiyah 1998-2005), Basuki Tjahaja Purnama (mantan Gubernur DKI), dan Enggartiasto Lukita (Menteri Perdagangan era Joko Widodo-Jusuf Kalla).

Tidak mengherankan jika Paloh memercayai Anies membacakan dokumen sepenting itu mengingat bagaimana reputasinya saat itu. Dia adalah juru bicara Tim Delapan yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menyelidiki dugaan pidana pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia juga menjadi moderator debat presiden pertama pada 2009. Saat itu jabatannya adalah Rektor Universitas Paramadina.

Pengakuan terhadap diri Anies juga berasal dari luar negeri. Pada 2010, majalah Jepang Foresight memasukkan namanya ke dalam daftar 20 orang paling potensial untuk membuat perubahan 20 tahun mendatang. Kedutaan Amerika Serikat juga menganggapnya sebagai “salah satu intelektual paling cemerlang di Indonesia,” juga “muslim moderat yang termahsyur.” Pengakuan ini terbongkar dalam dokumen yang dirilis oleh WikiLeaks.

Citra yang disebut terakhir bisa dibilang sudah hilang, terutama sejak Anies mengikuti Pilkada DKI Jakarta 2017 yang penuh dengan sentimen SARA. Sampai sekarang predikat itu masih melekat pada dirinya.

Jika Anies adalah tokoh yang dianggap menjanjikan saat ormas Nasdem didirikan, Paloh ketika itu baru saja kalah dalam perebutan kursi ketua Partai Golkar. Ada anggapan bahwa Paloh mendirikan ormas Nasdem karena gagal mendapatkan kekuasaan di Partai Golkar, apalagi kemudian Partai Nasdem benar-benar berdiri pada Juli 2011.

Pada awal 2011, Paloh mengatakan ormas Nasdem tidak akan menjadi partai. Pejabat ormas Nasdem juga memastikan dua organisasi ini berbeda. Meski demikian, tetap saja perkembangan ini mendapat banyak reaksi negatif dari mereka yang bergiat di ormas Nasdem. Sebagian orang-orang dari ormas bergabung dengan partai dan sebagian lain memilih mengundurkan diri.

Salah satu yang mengundurkan diri adalah deklaratornya, Sri Sultan. Sementara Anies memilih non-aktif.

Mengambil Kesempatan

Anies terlihat seperti sosok yang enggan terlibat politik praktis karena tidak lagi terdengar terlibat setelah Partai Nasdem berdiri. Namun ternyata ini hanya perkara kesempatan. Saat ada jalan, maka Anies tidak ragu mengambilnya.

Nama Anies muncul lagi dalam politik nasional di tahun 2013 dalam Konvensi Partai Demokrat. Ini adalah ajang untuk mencari calon presiden untuk Pilpres 2014.

Pada mulanya Anies menolak ikut dengan alasan, “saya urus kampus sajalah.” Tapi, seperti banyak politikus lain, dia berubah pikiran. Beberapa waktu berselang ia ikut konvensi, bahkan melepas jabatannya sebagai Ketua Umum Indonesia Mengajar--yang membuatnya populer di kalangan mahasiswa.

“Saya maju untuk mengurusi republik ini,” katanya menjelaskan mengapa mengambil langkah tersebut. Ia lantas mengatakan mengapa Partai Demokrat yang dipilih sesederhana karena merekalah yang memberi kesempatan. “Demokrat kotor? Saya pikir kelurahan mana yang bersih di Indonesia, perusahaan mana yang tidak bebas korupsi?”

Tapi Anies gagal dalam konvensi yang diumumkan pada 16 Mei 2013. Namun, sehari kemudian, ia ditelepon Jusuf Kalla yang saat itu sudah resmi menjadi calon wakil presiden mendampingi Jokowi, menjadi juru bicara tim di Pilpres 2014. Napasnya di politik diperpanjang meski dia pernah mengkritik cara blusukan Jokowi. Setelah Jokowi-JK menang, Anies yang bukan bagian dari partai oposisi mendapat kursi Menteri Pendidikan--dengan masa kerja kurang dari dua tahun karena diganti.

Keterlibatan Anies dalam politik nasional semakin dalam saat maju di Pilkada Jakarta 2017. Saat itu dia mencalonkan diri melalui koalisi Partai Gerindra dan PKS. Baik Partai Demokrat atau Partai Nasdem ada di kubu lain. Keduanya mendukung lawan Anies.

Meski dikabarkan dekat dengan PKS, Anies mengatakan dia tidak pernah begabung dengan partai apa pun. Hal tersebut bisa dibilang turut membukakan jalan politik baginya. Jelang Pilpres 2024, dia kembali ke Partai Nasdem sebagai calon presiden.

Dengan latar belakang dekat dengan banyak partai, apakah Anies bisa dikategorikan sebagai kutu loncat? Ahli hukum dan tata negara dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti mengatakan politikus kutu loncat adalah mereka yang “dengan mudah bisa mencari dukungan dari partai lain sekaligus dia juga bisa dengan mudah pindah partai.”

Benar bahwa Anies tidak menjadi kader, tapi mengingat Nasdem dan PKS punya ideologi yang sangat berbeda, setidak-tidaknya akan muncul “pertanyaan mengenai loyalitas dan ideologi politik” Anies.

Menurut fungsionaris Partai Nasdem, Ahmad Ali, menggunakan politik identitas untuk mendapat kekuasaan memang kesalahan. Tapi bagi dia setiap orang pernah berbuat salah. Lagi pula dia bilang saat menjadi Gubernur Anies tidak diskriminatif.

Pernyataan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pelita Harapan Aleksius Jemadu kepada The Guardian agaknya yang paling tepat menjawab semua manuver Anies. Menurutnya itu karena Anies sama sekali tidak bisa dikategorikan sebagai orang yang punya prinsip. “Dia cukup pragmatis. Apa pun yang menguntungkannya, dia akan mengambilnya,” katanya.

Diawali Murka?

Jika alasan mengapa Anies menerima pinangan menjadi bakal calon presiden adalah karena ia pada dasarnya pragmatis, lantas bagaimana dengan Partai Nasdem sendiri? Apa yang mendorong mereka menjagokan Anies?

Untuk menjawabnya, kita perlu kembali ke keputusan Jokowi menyusun kabinet. Salah satu keputusan besarnya di periode kedua adalah menetapkan ST Burhanuddin sebagai Jaksa Agung. Keputusan ini diapresiasi sebagian pihak karena tidak lagi mengangkat Prasetyo--yang merupakan kader Partai Nasdem.

Partai Nasdem mengklaim tidak masalah dengan keputusan ini, tapi percikan antara mereka dengan PDIP terlihat jelas.

Partai Nasdem yang punya perolehan suara lebih tinggi dari PKB sempat meminta jatah 11 kursi menteri. Tapi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak setuju. Dalam Kongres PDIP di Bali, Megawati secara terbuka mengingatkan Jokowi untuk memberikan jatah menteri paling banyak kepada partainya. “Orang kita pemenang,” ucap Megawati.

Infogafik Pasang surut Nasdem Jokowi

Infogafik Pasang surut Nasdem Jokowi. tirto.id/Quita

Partai Nasdem bersuara paling kencang terutama karena masuknya Partai Gerindra dalam koalisi Jokowi. Bagi Nasdem, lebih baik jika partai yang kalah tetap berada di kubu oposisi. Paloh bahkan sempat mengancam akan menjadi oposisi apabila bangku itu akhirnya kosong. Partai Nasdem bahkan sudah sempat berkunjung ke kantor PKS demi menguatkan checks and balances di DPR.”

Hubungan kurang harmonis antara PDIP dan Partai Nasdem sebenarnya sudah berkembang sejak Prabowo mendatangi Megawati di Teuku Umar. Prabowo yang kalah terlihat ingin menjalin relasi dengan koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin dan mengincar posisi Menteri Pertahanan. Setelah pertemuan itu, Paloh menggelar pertemuan dengan ketua umum partai koalisi Jokowi-Ma’ruf lain yang berhasil lolos ke DPR. Megawati tidak diundang dalam pertemuan tersebut.

Lalu, di hari pelantikan pimpinan DPR, Megawati terlihat memalingkan muka ketika Paloh berada di depannya dan keduanya tidak saling bersalaman.

Dosen Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan FISIP Undip Wijayanto, dkk dalam Menyelamatkan Demokrasi (2020) mengatakan “serentetan peristiwa itu membuat Nasdem merasakan semacam jealousy bahwa Prabowo seakan mendapat karpet merah di kubu koalisi tanpa harus berkeringat dalam pemilu.”

Saat Megawati bersemuka dengan Prabowo itu pula, Partai Nasdem kian menjalin hubungan akrab dengan Anies. Di kantor Partai Nasdem kawasan Gondangdia, Paloh dan Anies bertemu. Meski mengaku tidak membicarakan soal Pilpres 2024, nyatanya sekarang Partai Nasdem dan Anies berakhir di kubu yang sama--sejauh ini, berseberangan dengan PDIP.

Lalu bagaimana kans mereka?

(Bersambung...)

Baca juga artikel terkait ANIES BASWEDAN atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino