tirto.id - 25 September 2009, Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta mengirim kawat ke Washington. Kawat sepanjang 3 ribuan karakter itu dikirimkan ke beberapa institusi keamanan Amerika, dari Central Intelligence Agency (CIA), Defense Intelligence Agency, dan National Security Council dan tentu saja kepada Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.
Isinya, Kedutaan memohon dengan sangat agar Anies Baswedan diberikan visa. Anies saat itu hendak pergi ke Northern Illinois University buat menerima penghargaan sebagai alumnus istimewa dan mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan hadir dalam pertemuan dengan sejumlah akademisi Amerika Serikat di Boston, tulis Kedutaan.
Informasi itu termuat dalam laporan "Visa Clearance Needed for Noted Indonesian Scholar" yang diterbitkan oleh WikiLeaks. Kodenya 09JAKARTA1612_a.
Kawat itu menggambarkan Anies sebagai: "Sahabat Amerika Serikat sekaligus kenalan pribadi Pak Duta Besar", "muslim moderat yang termahsyur", "salah satu intelektual paling cemerlang di Indonesia", dan "orang yang ramah terhadap Amerika Serikat, baik secara privat maupun di muka publik."
Di bagian akhirnya, kawat itu dilengkapi keterangan bahwa Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta telah mengirimkan permohonan lain lewat surel, yang disertai penjelasan "pentingnya Dr. Baswedan dalam memajukan tujuan-tujuan kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Indonesia."
"Tanpa tindakan cepat yang berbuah visa bagi Dr. Baswedan, hal ini bakal menjadi persoalan genting, dan akan terbukti mendatangkan malu yang serius serta merusak kepentingan-kepentingan Amerika Serikat," Kedutaan melanjutkan.
WikiLeaks adalah organisasi non-profit internasional yang menerbitkan informasi-informasi rahasia dari negara-negara di seluruh dunia. Pada 2007, setahun setelah mengudara, ia mempunyai data berupa 1,2 juta dokumen. Sebagian besar bocoran WikiLeaks yang terkenal adalah dokumen-dokumen berbasis Amerika Serikat atau membicarakan kesalahan pemerintah Amerika Serikat. Banyak di antaranya berhubungan dengan kejahatan perang yang ditutup-tutupi.
Pada 28 November 2010, WikiLeaks mulai menerbitkan kawat-kawat diplomatik yang diretas dari Siprnet, jaringan tertutup milik Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Selama bertahun-tahun Kedutaan Amerika Serikat di pelbagai negara terhubung dengan Siprnet demi kemudahan persebaran informasi antar lembaga. Jaringan itu menyimpan data tentang lebih dari 2 juta orang.
Anies bukan orang baru bagi Amerika Serikat. Dinas Imigrasi Amerika tentu tidak asing dengan Anies. Pada 1997-98 ia mengikuti kuliah pascasarjana bidang keamanan internasional dan kebijakan ekonomi di School of Public Affairs, University of Maryland. Setahun kemudian ia menempuh studi doktoral bidang ilmu politik di Northern Illinois University.
Anies adalah alumnus sekaligus anggota Komisi Fulbright, lembaga pemberi beasiswa dan “masyarakat akademisi internasional” prestisius asal Amerika Serikat, di Indonesia. Ia pun pernah bekerja sebagai manajer riset di sebuah perusahaan di Chicago, IPC, Inc.
Tidak ada yang istimewa atau rahasia dalam kawat yang dikirimkan Kedutaan Amerika untuk Indonesia yang dibocorkan Wikileaks itu. Laporan WikiLeaks sendiri menyebutkan kawat itu termasuk kategori "sensitif tetapi bukan rahasia”. Kawat itu hanya menegaskan keperluan untuk mempermudah pengurusan visa bagi Anies Baswedan. Apalagi salah satu agenda kunjungan Anies adalah mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden RI.
Aspek yang menarik dari kawat itu adalah penilaian Amerika, persisnya Kedutaan Amerika untuk Indonesia, terhadap sosok Anies. Saat itu, setidaknya hingga beberapa bulan lalu, penilaian bahwa Anies adalah tokoh intelektual muslim yang berhaluan moderat adalah anggapan jamak. Seorang tokoh muslim intelektual yang moderat dan kemudian dianggap sebagai sobat oleh Amerika sekaligus ramah kepada Amerika juga hal yang wajar.
Penulis: Dea Anugrah
Editor: Zen RS