Menuju konten utama

Sidang Praperadilan Korban Salah Tangkap Pengamen Digelar Hari Ini

Sidang praperadilan gugatan terhadap Kejati DKI, Polda Metro Jaya, dan Kemenkeu yang diajukan korban salah tangkap empat pengamen anak akan kembali dilangsungkan hari ini, Selasa (22/7/2019).

Sidang Praperadilan Korban Salah Tangkap Pengamen Digelar Hari Ini
Ilustrasi anak korban penggusuran. Getty Images/iStockphoto.

tirto.id - Sidang praperadilan gugatan terhadap Kejati DKI, Polda Metro Jaya, dan Kementerian Keuangan akan kembali dilangsungkan hari ini (22/7/2019).

Gugatan tersebut dilayangkan oleh empat mantan pengamen Cipulir, yakni Fikri, Fatahillah, Arga atau Ucok, Pau yang mengalami salah tangkap oleh Unit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada Juli 2013 dengan tuduhan membunuh sesama pengamen anak bermotif berebut lapak mengamen.

"Agenda [meliputi] pembacaan permohonan dan jawaban termohon," kata pengacara keempat orang, Oky Wiratama, melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto pada Minggu (21/7/2019).

Sebelumnya, sidang sempat dijadwalkan pada Rabu (17/7/2019). Namun, diundur karena masih terdapat berkas yang merupakan syarat formal masih kurang.

"Untuk memenuhi formalitas dari pihak pemohon, sidang ini belum bisa kita lanjutkan," kata Hakim Ketua, Elfian, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (17/7/2019).

"Jadi nanti [sidang kembali digelar] pada Senin, insyaallah, tanggal 22 Juli [2019]," lanjutnya.

Oky Wiratama menyampaikan bahwa total ganti rugi yang diminta senilai Rp750,9 juta. Nilai tersebut dihitung dari ganti rugi materiel senilai Rp662,4 juta dan imateriel senilai Rp88,5juta.

"Mengajukan permohonan praperadilan ganti kerugian dengan pihak Kepolisian RI dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebagai termohon dan Kementerian Keuangan RI sebagai turut termohon," kata Oky.

"[Menuntut] untuk meminta maaf dan menyatakan mereka telah melakukan salah tangkap, salah proses, dan penyiksaan terhadap para anak-anak pengamen Cipulir, dan memerintahkan negara [Kementerian Keuangan RI] untuk memberikan ganti rugi materiel dan imateriel terhadap anak-anak yang kini sudah dewasa tersebut," tegas pengacara tersebut.

Oky menyampaikan bahwa mereka ditangkap dan dipaksa mengaku, serta mendapatkan penyiksaan dari pihak kepolisian saat menjadi tahanan.

"Dengan bermodalkan pengakuan dan 'skenario' rekayasa hasil penyiksaan, mereka kemudian diajukan ke pengadilan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sehingga harus merasakan dinginnya jeruji penjara sejak masih kanak-kanak," jelas Oky.

Namun, akhirnya terbukti di persidangan bahwa mereka bukanlah pembunuh korban. Mereka kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.

"Total, mereka sudah mendekam di penjara selama 3 tahun atas perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan, ditambah mereka hanyalah anak-anak yang dengan teganya disiksa oleh Kepolisian dengan cara disetrum, dipukuli, ditendang, dan berbagai cara penyiksaan lainnya," ungkap Oky.

Baca juga artikel terkait GUGATAN PENGAMEN ANAK atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri