tirto.id - Anas Urbaningrum mempermasalahkan hukuman pembayaran uang pengganti Rp57,5 miliar dan 5,2 juta dolar AS yang dikenakan terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut.
Terpidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang tersebut menyoroti hal itu dalam sidang peninjauan kembali (PK) perkaranya pada Jumat (29/6/2018).
Pada sidang PK perkaranya hari ini, Anas menghadirkan ahli hukum adminisitrasi negara Dian Puji Simatupang untuk menjelaskan persoalan mengenai perkara hukum yang menjeratnya.
"Saudara ahli saya ingin mendapatkan penjelasan yang lebih gamblang tentang apa makna nyata dan pasti, bukan asumsi, bukan kira-kira, bukan dari keterangan lisan orang, apalagi yang tidak kredibel. Parameter [uang pengganti] nyata pasti itu apa?," demikian pertanyaan Anas di ruang persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (29/6/2018).
Anas divonis bersalah dengan putusan hukuman 8 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan pada September 2014. Dia juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti kerugian uang negara Rp 57,5 miliar dan 5,2 juta dolar AS karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Dalam persidangan, Dian Puji Simatupang menjelaskan penetapan kerugian negara harus berdasarkan dokumen atau data valid. Dokumen tersebut pun harus berkaitan dengan kerugian negara sehingga koruptor bisa dimintai pertanggungjawaban atas kerugian tersebut. Selain itu, menurut dia, dokumen tersebut harus diaudit dan diinvestigasi sehingga bisa mengeluarkan angka pasti.
"Ini guna menghindari perdebatan supaya dapat yakin dari apa yang disampaikan," ujar Dian.
Setelah itu, Anas sempat menyinggung apakah uang pengganti bisa dibayar apabila bukan berdasarkan audit, tetapi keterangan lisan.
Dian kemudian menerangkan, tidak ada standar khusus untuk menghitung kerugian negara. Namun, data harus memenuhi unsur ketepatan, relevan, akurat, akuntabel, dan asersi. oleh karena itu, uang pengembalian negara harus berdasarkan dari data audit yang valid dan pasti.
"Harus jelas kausalitas antara orang melakukan apa dengan kerugian negara. Jadi tidak asal potensi praduga, tapi harus nyata dan pasti," kata Dian.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom