tirto.id - Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup Yulianis menyebut duit pembelian mobil Toyota Harrier tidak berasal dari korupsi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
Yulianis mengatakan pembelian mobil Toyota Harrier itu sudah terjadi beberapa tahun sebelum proyek Hambalang berlangsung.
"Tidak benar pak. Proyek hambalang itu tahun 2011. Mobil Harrier [dibeli] 2008. Eh... 2009," kata Yulianis saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Kamis (31/5/2018).
Yulianis menyampaikan hal itu saat bersaksi di persidangan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh mantan Ketua Umum Demokrat, Anas Urbaningrum. PK tersebut terkait dengan putusan perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang membuat Anas menerima vonis 14 tahun penjara. Di sidang PK itu, Yulianis menjadi saksi dari pihak Anas.
Dalam persidangan PK itu, Yulianis menjelaskan pernah mengeluarkan uang Rp150 juta untuk down paymen (DP) atau uang muka pembelian mobil Toyota Harrier tersebut. Uang itu diberikan kepada Hasim, adik terpidana kasus Hambalang lainnya, Muhammad Nazaruddin.
Pengeluaran duit tersebut, kata Yulianis, terjadi saat perusahaan milik Nazaruddin masih bernama Anugerah Grup. Meskipun demikian, Yulianis mengaku saat itu tidak tahu untuk siapa mobil tersebut maupun nama pemiliknya.
"Di laporan harian yang dicatat sama staf saya itu adalah pembelian aset mobil Harrier," kata Yulianis.
Mobil Toyota Harrier merupakan satu aset yang menjadi bukti bahwa Anas Urbaningrum menerima pemberian terkait dengan kasus korupsi proyek yang menjeratnya. Pemberian itu berasal dari mantan Bendahara Demokrat, Muhammad Nazaruddin yang juga eks kolega Anas di partai dan DPR RI.
Mobil tersebut dibeli oleh Nazaruddin dari dealer motor Pecenongan pada September 2009 dengan harga Rp670 juta. Mobil bernomor polisi B 15 AUD, berdasar persidangan kasus ini, disebut berasal dari uang proyek Hambalang.
Anas semula menerima vonis 8 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama atau jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yakni 15 tahun bui.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai Anas terbukti terlibat korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait dengan proyek Hambalang dan sejumlah proyek lain yang didanai APBN.
Vonis tersebut kemudian berkurang satu tahun usai Anas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.
Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), yang ditangani oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar, Krisna Harahap dan M.S. Lumme, berbalik memperberat vonis Anas menjadi 14 tahun.
Belakangan, sekitar sebulan lalu, Anas mengajukan PK atas vonis 14 tahun penjara yang diterimanya. Dia mengklaim sudah berencana mengajukan PK itu sejak 2015 lalu.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom