tirto.id - Sidang perdana gugatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz terhadap Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan, serta Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly ditunda. Pasalnya, pihak tergugat II dan III tidak menghadiri sidang.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Baslin Sinaga mengatakan, sidang ditunda karena tidak dihadiri pihak dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Sedangkan Presiden Jokowi diwakili oleh pihak dari Kementerian Sekretariat Negara.
“Sidang selanjutnya tanggal 29 Maret 2016 karena Tergugat II dan III tidak hadir dalam sidang,” kata Baslin Sinaga, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (15/3/2016).
PPP kubu Djan Faridz menggugat Presiden Jokowi, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkumham Yasonna Laoly karena dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, sebab pemerintah tidak mengesahkan kepengurusan PPP versi Muktamar Jakarta.
Ketua Tim Kuasa Hukum PPP Humphrey R. Djemat mengatakan, pihaknya melakukan gugatan karena Kemenkumham sebagai pelaksana di bawah pengawasan dan koordinasi presiden serta Menkopolhukam tidak mengesahkan kepengurusan Muktamar Jakarta sesuai Putusan MA Nomor 601/ 2015, melainkan mengesahkan kembali kepengurusan Muktamar Bandung.
“Karena perbuatan itu, presiden, menkopolhukam dan menkumham yang tidak mengesahkan kepengurusan Muktamar Jakarta termasuk dalam kualifikasi perbuatan melawan hukum,” ujarnya.
Akibat putusan tersebut, kata Humphrey, pihaknya menerima kerugian materil berupa tidak dapat menerima dana bantuan partai politik pada 2015 dan kerugian immateril berupa ketiadaan kepastian hukum dan hak politik.
Dalam tuntutannya, PPP meminta SK Menkumham tentang pengesahan kembali kepengurusan Muktamar Bandung dibatalkan dan menghukum pemerintah untuk mengesahkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta serta menuntut ganti rugi materil dan immateril sebesar Rp1 triliun.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna mengatakan keputusan mengesahkan kembali kepengurusan Muktamar Bandung karena Mahkamah Agung (MA) menolak mengesahkan Muktamar Jakarta dan hanya mengesahkan kepengurusan dari Muktamar Bandung.
Kemenkumham, lanjut Yasonna, juga telah mengirim surat meminta sejumlah persyaratan kepada kubu Muktamar Jakarta, tetapi syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi sehingga pengesahan kembali kepengurusan Muktamar Bandung dilakukan untuk mengatasi kekosongan kepengurusan.