Menuju konten utama

Sidang Dakwaan Fatia: Pertanyakan Kritik Dibalas Laporan Polisi

Terdakwa kasus pencemaran nama baik Fatia Maulidiyanti mempertanyakan kritik atau riset yang seharusnya dibalas riset.

Sidang Dakwaan Fatia: Pertanyakan Kritik Dibalas Laporan Polisi
Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin (3/4/2023). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.

tirto.id - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti menjalani sidang perdana dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4/2023).

Jaksa membacakan dakwaan terhadap Fatia yang dikenakan pasal berlapis.

"Perbuatan terdakwa adalah tindak pidana yang diancam pidana dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata jaksa, Senin (3/4/2023).

Fatia dikenakan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 310 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Atas dakwaan jaksa, Fatia berpendapat tuduhan terhadap dirinya perihal berita bohong dan poin membuat onar, tak bisa dibuktikan. "Karena jika (jaksa) hanya membaca komentar-komentar di Youtube, komentar warga dalam tayangan itu memercik sebuah kebohongan? Sepertinya tidak," kata Fatia.

Seharusnya hasil riset yang Fatia dan Haris Azhar bicarakan dalam saluran Youtube milik Haris, bisa dibantah oleh riset pula.

"Mengapa ada tuduhan membuat onar, ketika tidak terjadi huru-hara setelah riset itu tayang? Yang menjadi kritik atau riset yang dilakukan dapat dibalas dengan riset kembali dengan kebenaran dan tidak mengkriminalisasi," tutur Fatia.

Kuasa hukum terdakwa, Muhamad Isnur, menyatakan pihaknya meminta waktu untuk menyusun eksepsi atau nota keberatan bagi kliennya. "Kami akan mengajukan eksepsi dan kami minta (waktu) dua pekan, untuk merapikan dan persiapan lain," ujar dia.

Hakim menerima permohonan itu dan memutuskan akan mengadakan sidang pembacaan eksepsi pada 17 April 2023 pukul 10.00 WIB.

Pembahasan Haris dan Fatia dalam tayangan Youtube itu berkaitan dengan temuan koalisi masyarakat sipil perihal indikasi kepentingan ekonomi dalam serangkaian operasi militer ilegal di Intan Jaya, Papua.

Riset yang diluncurkan oleh Walhi Eknas, Jatam Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, Kontras, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.

Dalam kajian koalisi, ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata'ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Mitratama (IU Pertambangan).

Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia dan PT Madinah Qurrata'ain adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer/polisi termasuk dengan Luhut. Kasus Haris dan Fatia bergulir sejak September 2021 dan baru disidangkan pada hari ini.

Baca juga artikel terkait SIDANG KASUS PENCEMARAN NAMA BAIK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri