Menuju konten utama
Debat Pilgub Jateng 2018

Sibuk Saling Serang, Ganjar & Sudirman Tak Punya Gagasan Baru

Debat Pilkada Jawa Tengah 2018 edisi kedua berjalan membosankan. Selama dua jam, nyaris tak ada hal baru yang diungkap atau ditawarkan para kandidat sebagai solusi bagi masyarakat.

Sibuk Saling Serang, Ganjar & Sudirman Tak Punya Gagasan Baru
Dua pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur Jawa Tengah yakni Ganjar Pranowo-Taj Yasin dan Sudirman Said-Ida Fauziah mengikuti acara Debat Terbuka Pilgub Jawa Tengah putaran ke-2 di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (3/5/2018). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

tirto.id - Seperti debat edisi perdana yang tayang 20 April lalu, pasangan nomor urut satu Ganjar Pranowo-Taj Yasin masih gemar memamerkan data-data hasil kerja selama lima tahun terakhir. Selaku calon gubernur petahana, Ganjar terus menonjolkan capaiannya dalam menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan memperbaiki pendataan untuk penyaluran subsidi bagi petani.

Pasangan nomor urut dua Sudirman Said-Ida Fauziyah juga masih gemar menyerang lawannya dengan perbandingan data capaian kinerja Pemprov Jawa Tengah di era kepemimpinan Ganjar dengan masa kegubernuran Bibit Waluyo. Mereka beberapa kali kembali mengungkit gagalnya Ganjar mencapai target pertumbuhan ekonomi, dan keterlibatannya dalam pengusutan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kebosanan sudah bisa dirasakan sejak awal acara. Saat diberi kesempatan memaparkan visi dan misi, Ganjar langsung menyebut keberhasilannya menciptakan pemerintahan yang "mboten ngapusi, mboten korupsi".

"Nilai ini ternyata mak jleb, masuk terinternalisasi dalam internal pemerintah maupun masyarakat, saling menguatkan, makanya produktivitas terjadi dan pertumbuhan ekonomi meningkat," ujar Ganjar.

Setelah itu, Sudirman menyampaikan lagi sindirannya yang sudah digunakan pada debat perdana, yakni mengenai rendahnya pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Tengah di bawah kepemimpinan Ganjar jika dibanding gubernur sebelumnya.

"Kemiskinan masih tinggi, 11 juta rakyat masih belum memperoleh jaminan kesehatan, dan semua itu harus dibereskan. Data BPS, 3 dari 10 masyarakat Jawa Tengah mengeluh kesakitan, dan 2 diantaranya sakit betulan. Kami terpanggil untuk menawarkan perbaikan," kata Sudirman.

Tak Ada Gagasan Baru

Menurut pengamat politik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Indaru Setyo Nurprojo, Ganjar-Yasin dan Sudirman-Ida sebenarnya menggunakan basis data yang sama sepanjang debat. Namun, mereka sibuk menyerang kelemahan masing-masing hingga lupa menawarkan solusi konkret bagi pemilih.

"Makanya, perdebatan dan solusi dari yang diperdebatkan tidak pernah nyambung," ujar Indaru kepada Tirto, Kamis (3/5/2018) malam.

Indaru menganggap wajar kebiasaan Ganjar memamerkan data, dan serangan-serangan Sudirman atas informasi dari lawan politiknya. Namun, mereka disebut tidak memunculkan ide dan gagasan baru bagi masyarakat Jawa Tengah.

Peraih gelar S2 dari Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mencontohkan, Ganjar-Yasin dan Sudirman-Ida nyaris tak pernah menyinggung penanganan orang sakit selain melalui program pemerintah. Mereka juga dianggap gagal menggarap dengan bagus persoalan izin investasi atau pemenuhan layanan pendidikan untuk warga.

"Lalu kerja sama antar daerah dalam bidang ekonomi dan investasi juga tidak tergarap dengan baik," tambahnya.

Persoalan kesehatan sempat dibahas saat Yasin dan Ida saling berdebat di sesi keempat acara. Saat itu, Yasin mempertanyakan rencana Ida dan Sudirman menambah jumlah puskesmas di Jawa Tengah. Menurutnya, penambahan tak bisa sembarangan dilakukan karena menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten atau Kota.

Ida menjawab, Pemprov bisa mendorong Pemkab atau Pemkot untuk membangun banyak puskesmas. Alih-alih menjelaskan cara Pemprov mendorong pengadaan puskesmas, ia justru memaparkan belum idealnya angka pemenuhan layanan kesehatan bagi masyarakat di Jawa Tengah.

"16 persen jumlah orang sakit di Jateng, yang tidak memiliki jaminan kesehatan 36 persen atau 12,3 juta warga. Faktor utama kenapa angka kesakitan tinggi karena akses pelayanan kesehatan tak mencukupi," ujar Ida.

Perdebatan ihwal layanan kesehatan bagi masyarakat pun akhirnya berkutat di masalah prosedur. Solusi konkret hanya sekilas ditawarkan Yasin, ketika ia berjanji membangun rumah sakit berjalan (Rumah Sakit Tanpa Dinding) untuk memenuhi akses layanan kesehatan.

Infografik tunggal pertumbuhan ekonomi jawa tengah

Main Aman

Indaru menyebut Ganjar-Yasin dan Sudirman-Ida saling bermain aman dalam debat publik yang sudah dua kali digelar. Menurutnya, sikap seperti itu wajar dilakukan karena para kandidat dianggap takut salah memprediksi apa masalah warga sebenarnya.

"Idealnya begitu, menawarkan langkah konkret bagi persoalan di masyarakat," ujar Indaru.

Permainan data antarkandidat di Pilkada Jawa Tengah memang berlangsung di hampir setiap sesi. Pada sesi keempat, misalnya, selain membahas persoalan kesehatan, Ida dan Yasin juga membicarakan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan perbandingannya dengan provinsi lain.

Selain itu, mereka juga membandingkan angka kemiskinan di Jawa Tengah dengan tingkat nasional dan daerah lain. Yasin mengklaim angka kemiskinan di daerahnya lebih baik daripada tingkat nasional, sementara Ida menyebut warga miskin tak banyak berkurang sejak 2013 silam.

Pengulangan pembicaraan data juga dilakukan Ganjar dan Sudirman, saat saling balas pendapat ihwal keberadaan Kartu Tani. Substansi debatnya pun sama dengan acara perdana akhir April lalu: Ganjar menganggap Kartu Tani penting untuk penyaluran subsidi, sementara Sudirman bersikeras mencabut program itu dan menekankan pemberian bantuan berbasis data tunggal kependudukan.

Mereka juga berulang kali membahas persoalan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, meski topik tersebut sudah pernah dibicarakan di debat perdana.

Ida sudah mengkritik kegagalan Ganjar bersama Heru Sudjatmoko mencapai target penurunan tingkat kemiskinan selama memimpin Jawa Tengah kala debat perdana.

"Angka kemiskinan memang turun tetapi tak mencapai target yang dibuat," ujar Ida saat itu.

Selama Ganjar menjadi gubernur, angka kemiskinan di Jawa tengah turun 2,21 persen dari 14,44 menjadi 12,23 persen. "Pengalaman kami selaku anggota DPRD dan Gubernur, kami sudah lakukan koordinasi untuk menurunkan angka kemiskinan di jawa tengah," jawab Yasin.

"Paling aman bagi kandidat bermain data dan angka. Dalam artian, [itu menyebabkan] kedalaman masalah dan persoalan masyarakat tidak begitu banyak dieksplorasi," ujar Indaru.

Pengamat Politik dari Universitas Diponegoro Teguh Yuwono juga berpendapat senada. Menurutnya, kebosanan muncul lantaran para kandidat hanya berusaha menjatuhkan lawan masing-masing sepanjang debat.

Fokus menyerang kesalahan lawan membuat diskusi tak berjalan fokus. Ia pun ragu debat publik yang sudah berjalan dua kali di Jawa Tengah dapat memengaruhi pilihan warga.

"Diskusi tidak fokus pada strategi kebijakan unttuk menciptakan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Apakah ini bisa mendorong pemilih menjatuhkan atau bahkan mengubah pilihan? Mungkin [berlaku bagi] pemilih floating atau yang belum memantapkan pilihannya," ujar Teguh.

Baca juga artikel terkait DEBAT PILGUB JATENG 2018 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Ivan Aulia Ahsan