tirto.id - "Tidak ada persiapan khusus, rileks saja."
Kalimat itu diungkapkan Sudirman Said kepada awak media saat ditanya persiapannya jelang debat calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Tengah, Jumat (20/4) malam. Menurutnya, tema yang diangkat dalam debat pertama ini merupakan materi yang dibicarakan sehari-hari, yakni kesejahteraan sosial.
"Kesejahteraan kami bicarakan setiap hari," ujar Sudirman, seperti dilansir Antara.
Sudirman merupakan calon gubernur (cagub) yang diusung koalisi Gerindra, PKS, PAN, dan PKB. Bersama Ida Fauziyah sebagai calon wakil gubernur (cawagub), Sudirman-Ida memiliki visi "Mbangun Jateng Mukti Bareng mencapai kehidupan warga Jawa Tengah yang Adil, Sejahtera, Maju dan Beradab".
Dalam dokumen visi-misi yang disetor Sudirman-Ida ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), visi "Mbangun Jateng" berarti pembangunan di Jateng mengedepankan konsepsi pembangunan berbasis gerakan. Semua warga, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya secara gotong royong dan partisipatif terlibat dalam setiap tahapan pembangunan.
Sedangkan Mukti Bareng, menurut Sudirman-Ida berarti membangun kehidupan warga Jateng yang adil dan makmur secara bersama-sama, bukan hanya segelintir orang atau golongan tertentu.
Dalam dokumen tersebut, Sudirman-Ida juga memaparkan 9 pokok permasalahan pokok di Jateng, mulai dari kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pembangunan dan pendapatan, hingga penggunaan energi di Jateng yang masih didominasi energi fosil.
Sebelum diusung menjadi cagub Jateng, laki-laki yang kini kerap disapa Pak Dirman itu adalah anggota Tim Sinkronisasi, sebuah tim yang dibentuk Anies Baswedan dan Sandiaga Uno untuk membantu mereka memastikan janji kampanye terealisi saat menjabat gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Sudirman juga pernah menjabat sebagai direktur utama PT Pindad dari Juni 2014 hingga Oktober 2014. Setelah itu, Presiden Jokowi mengangkat Sudirman sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Salah satu kebijakan yang paling disorot Sudirman Said menjadi menteri ESDM adalah kebijakan mencabut subsidi BBM jenis premium dan memastikan harga BBM berdasarkan harga pasaran minyak dunia. Kebijakan tersebut dinilai dapat memengaruhi kesejahteraan masyarakat, tidak kecuali Jawa Tengah.
Pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai inflasi di Indonesia dipengaruhi komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah, salah satunya adalah BBM. "Jadi biasanya lumayan tinggi mendorong inflasi disamping dorongan inflasi dari harga pangan karena ada dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsungnya itu, harga BBM memengaruhi harga transportasi. Sedangkan dampak yang tidak langsung, harga BBM memengaruhi harga pangan atau distribusi barang-barang yang menggunakan BBM," ujar Faisal.
Faisal mencatat kenaikan harga pertalite sebesar Rp200 mendorong inflasi sampai 0,2 persen di Maret 2018.
"Kalau toh turun harga minyak dunia, harga BBM domestik tidak lantas turun. Kalau harga domestik turun, harga-harga barang biasanya tidak turun," sebut Faisal.
Menurut Faisal, dampak lanjutan dari kenaikan inflasi tersebut adalah menurunnya upah riil pekerja.
"Memang ada kenaikan upah terutama ke masyarakat golongan bawah, seperti buruh, pekerja bangunan, petani, atau pembantu rumah tangga. Namun, walaupun nilai upahnya meningkat dari tahun ke tahun, tetapi itu marjinal saja. Jika dikoreksi dengan dengan inflasi, upah riil sebenarnya turun," ujar Faisal.
Meski begitu, peneliti politik dari Populi Center Rafif Imawan menilai isu pencabutan subsidi BBM tidak perlu digunakan kubu Ganjar Pranowo dan Taj Yasin untuk menyerang Sudirman-Ida. Sebab survei yang diriis Populi Center pada Juni 2017 menyatakan elektabilitas Ganjar Pranowo sudah berada di angka 59,6 persen. Sedangkan survei yang dilaksanakan Kompas pada 19 Februari-4 Maret 2018 menyebutkan Ganjar-Yasin unggul dengan perolehan suara sebesar 79 persen melawan Sudirman-Ida yang sebesar 9,2 persen.
"Ganjar Pranowo jauh lebih unggul dalam elektabilitas. Ganjar perlu menguatkan kampanye apa yang telah dia lakukan sebagai gubernur Jateng. Ganjar bisa saja kalah apabila diserang kasus besar seperti Ahok," ujar Raffi.
Ditinjau dari mesin partai, Sudirman-Ida pun tampak lemah. Pada pemilihan anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota 2014, Gerindra memang belum menjadi partai dengan tingkat keterpilihan tinggi. Di tingkat provinsi, partai ini hanya mendapatkan 11 kursi, kurang dari setengah kursi yang diraih PDI Perjuangan. Pada tingkat kabupaten/kota, Gerindra mendapatkan kursi terbanyak hanya di Kabupaten Pati. Jumlah kursi yang didapat pun sama dengan PDI Perjuangan, yaitu masing-masing 8 buah.
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Muhammad Akbar Wijaya