tirto.id - Dua pasangan calon (paslon) memilih tampilan busana yang berbeda saat menghadiri acara debat pertama Pemilihan Gubernur Jawa Tengah (Pilgub Jateng) 2018. Paslon nomor urut 1, Ganjar Pranowo dan Taj Yasin, berkemeja putih. Sedangkan paslon nomor urut 2, Sudirman Said dan Ida Fauziah, berbusana batik.
Dari empat orang yang mengadu mulut di atas panggung Hotel Patra Semarang tersebut, tampilan Taj Yasin bisa dibilang paling nyentrik. Dia mengenakan sarung plus menutupi kepalanya dengan peci, seraya menegaskan latar belakangnya sebagai kader Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus putra K.H. Maimun Zubair, kiai terkemuka dari Rembang.
Nyatanya, penegasan perbedaan tampilan busana antara kedua paslon itu juga mengular melalui kata-kata yang disampaikan selama debat.
Sudirman dan Ida mengumbar janji mereka dengan menyebut target angka. Dalam mengatasi kemiskinan, paslon yang diusung Gerindra, PKS, PAN, dan PKB itu berjanji menurunkan kemiskinan menjadi 6 persen dan menciptakan 5 juta lapangan kerja dalam 5 tahun. Keduanya juga ingin melahirkan dan mengembangkan 1 juta wirausahawan perempuan muda.
Data Badan Pusat Statistika (BPS) Jateng menyatakan, persentase penduduk miskin di Jateng pada September 2017 sebanyak 13,92 persen. Sedangkan pada September 2015, indikator tersebut mencapai 13,32 persen.
Khusus untuk pendidikan Islam, Sudirman-Ida berjanji memberikan bantuan sosial Rp100 juta untuk sarana prasarana pondok pesantren. "Kami juga akan berikan Rp110 milyar per tahun untuk Madrasah Diniyah," ujar Ida dalam sesi kedua.
Merasa angka yang djanjikan kubu lawan terlalu fantastis, Yasin pun membalas, "Anda punya target menurunkan 12 persen jadi 6 persen. Di dunia mana bisa menurunkan angka itu?"
Lagi-lagi KTP-elektronik
Dalam debat, tak jarang pula para paslon memotong pembicaraan paslon lawan yang tengah berbicara. Pada sesi kedua, Taj Yasin tengah mengutarakan kiprah Ganjar Pranowo sebagai petahana gubernur Jateng mengatasi persoalan kemiskinan. Tiba-tiba Ida menyela, "Kok durung mudun (turun) loh, Gus?"
Dan, tidak hanya itu, pada sejumlah sesi pun, baik Ganjar dan Sudirman, saling cerdik menyerang kelemahan masing-masing secara subtil.
Itu sudah terlihat pada sesi pertama. Saat diberikan kesempatan bertanya kepada Ganjar, Sudirman mengatakan, "Saya ingin bertanya soal KTP-elektronik."
Sudirman diam sejenak, seolah memberi jeda bagi orang yang mendengarnya. Suasana pemirsa debat pun hening, sedikit menegang, lalu pecah saat laki-laki kelahiran Brebes itu ternyata menanyakan soal perkembangan perekaman KTP-elektronik di Jateng.
"Karena berkaitan dengan keadilan sosial. Kalau datanya baik, subsidi, pajak, dan bantuan sosial bisa didistribusikan dengan baik. KTP-elektronik sudah sampai mana. Perekaman sudah sampai mana?" ujar Sudirman.
Sudirman memang mengaitkan KTP-elektronik dengan indikator kesejahteraan sosial, namun sulit untuk tidak mengaitkan hal itu dengan latar belakang karier Ganjar.
Sebelum menjabat gubernur Jateng, Ganjar adalah Wakil Ketua Komisi II. Dia kerap disebut dan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang kasus korupsi pengadaan KTP-elektronik.
Dalam surat dakwaan dua terdakwa korupsi KTP-elektronik, Irman dan Sugiharto, Ganjar disebut menerima aliran dana $520 ribu. Uang itu disebut diberikan Andi Narogong pada sekitar September-Oktober 2010.
Sedangkan dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 19 Februari lalu, Nazarudin mengatakan Ganjar awalnya menolak uang proyek e-KTP. Dia diklaim baru menerima setelah jumlah uang dinaikkan dari $100 ribu menjadi $500 ribu.
Sudirman dan Ida pun tampak berusaha keras menyelipkan isu pemberantasan korupsi dalam 3 sesi debat. Pada sesi penyampaian visi-misi, Sudirman menyebutkan pemberantasan korupsi sebagai misi ketiga. Lalu, Ida menegaskan hal itu lagi pada sesi pertama dan penutup.
"Kami punya target menurunkan kemiskinan sebanyak 6 persen dalam 5 tahun, menciptakan lapangan kerja 5 juta dalam 5 tahun, dan pemerintahan yang bersih dari korupsi selama 5 tahun," ujar Ida pada sesi pertama.
Itu berbeda dengan Ganjar-Yasin yang mengatakannya hanya pada sesi penyampaian visi-misi.
"Maka Jawa Tengah kali ini, yang menjadi bagian dari Republik, menginginkan Jawa Tengah yang berdikari, sejahtera, dan tetap mboten korupsi dan ngapusi," ujar Ganjar.
Jurus Politik Subsidi
Meski demikian, Ganjar juga menyimpan jurus untuk menyerang balik Sudirman. Pada sesi keempat, Ganjar dan Yasin diberi kesempatan bertanya. Ganjar tampil memegang mikrofon di tangan kanan dan selembar kertas di tangan kiri. Laju bicaranya cepat.
"Saya mau bicara politik subsidi karena tadi saya senang identitas penduduk itu menjadi sangat penting. Subsidi listrik hanya 24 persen, 4 desil terbawah yang mendapatkan haknya. LPG 25 persen, 3 desil terbawah. Artinya apa? salah sasaran," sebut Ganjar.
Sebelum diusung sebagai cagub Jateng, Sudirman adalah Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) yang diangkat Presiden Jokowi pada Oktober 2014. Kementerian ESDM kerap disorot karena menerapkan kebijakan pencabutan subsidi. Jadi, kata politik subsidi yang dilontarkan Ganjar sulit dilepaskan dari konteks tersebut.
Briefing Subsidi Energi Indonesia (2015, PDF) yang disusun International Institute for Sustainable Development (IIDS) melaporkan, subsidi bahan bakar bensin premium dihapus dan dijual pada harga pasar sedangkan solar dikenakan subsidi tetap per 1 Januari 2015. Pemerintah juga memperkenalkan tiga klasifikasi produk bahan bakar, yaitu BBM tertentu, BBM khusus penugasan, dan BBM umum.
Sedangkan pada September 2016, sebulan setelah jabatan Menteri ESDM beralih dari Sudirman ke Archandra Tahar, Kementerian ESDM dan DPR sepakat mencabut subsidi listrik bagi pelanggan 900 VA atau yang tergolong mampu. Sementara itu, subsidi LPG hingga saat ini belum dicabut.
Serangan subtil Ganjar itu pun semakin kentara. Setelah menambahkan kritiknya terhadap politik subsidi dengan menjelaskan ketidaktepatan distribusi beras sejahtera (rastra), Ganjar malah menyoal program Kartu Tani.
Politikus PDIP tersebut berkata, "Saya akan bertanya, lah kalau ini (Kartu Tani) dihilangkan itu artinya mencabut data pertanian kita."
Ganjar bisa saja langsung bertanya soal Kartu Tani. Namun, dia menyebut "politik subsidi" terlebih dahulu untuk mengingatkan pendengarnya bahwa Sudirman terkait dengan hal tersebut.
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Ivan Aulia Ahsan