Menuju konten utama

Siasat Pemerintah Hadapi Praktik Wisata Murah Ala Cina di Bali

Ada beberapa hal yang tengah diupayakan pemerintah agar praktik pariwisata murah ala Cina di Bali bisa ditekan.

Siasat Pemerintah Hadapi Praktik Wisata Murah Ala Cina di Bali
Turis asal Cina berfoto di Pura Puseh Desa Batuan, Gianyar (18/11). Foto Anton Muhajir untuk Tirto.id

tirto.id - Jumlah turis dari Cina yang datang ke Bali mencapai 1,1 juta hingga September 2018. Angka ini sangat besar, hampir seperempat dari total turis yang jumlahnya mencapai 4,6 juta.

Bersamaan dengan itu, praktik yang merugikan bisnis pariwisata di Bali ikut menjamur.

Dalam laporan Indepth yang dirilis Jumat (23/11/2018) lalu, kami menemukan ada paket perjalanan dari Cina ke Bali yang harganya cuma Rp600 ribu, padahal normalnya Rp9 juta untuk liburan lima hari empat malam.

Ditemukan pula praktik jual beli kepala—pemberian komisi kepada agen perjalanan dari pemilik toko oleh-oleh berdasarkan jumlah turis yang mereka bawa ke toko tersebut—yang menyebabkan monopoli sejumlah toko suvenir. Barang-barang yang dijual itu sebagian besar buatan Cina.

Akibat praktik tersebut, Bali diperkirakan merugi Rp5 triliun per tahun. Angka itu diperoleh dari estimasi jumlah pengeluaran turis yang seharusnya bisa mencapai 100 dolar AS per hari.

Pemerintah otoritas setempat tahu soal ini. Mereka pun mengambil sejumlah langkah. Salah satunya kesepakatan untuk tidak melakukan praktik jual beli kepala dan pembuatan daftar agen wisata yang telah terverifikasi. Tidak ketinggalan, pemerintah pusat juga akan membuat sejumlah aturan.

“Bentuk regulasi masih digodok,” kata Guntur Sakti, Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata kepada reporter Tirto, Minggu (25/11/2018).

Regulasi yang disebutkan Guntur mengacu pada hasil focus group discussion (FGD) pada Oktober 2018. FGD itu melibatkan pemangku kepentingan seperti Pemerintah Provinsi Bali, Kemenpar, dan sejumlah asosiasi seperti Asosiasi Pengusaha Perjalanan Indonesia (ASITA).

Ada tiga solusi yang mengemuka dari hasil diskusi itu. Salah satunya adalah penetapan tarif batas bawah. Solusi kedua adalah pelarangan sistem kartel. Pelarangan itu berupa pembatasan kunjungan ke toko yang pemiliknya berasal dari negara yang sama dengan turis.

Solusi ketiga adalah pembuatan kesepakatan antar Kementerian Pariwisata Indonesia dan Cina. Kesepakatan itu akan mengupayakan agar travel agent/travel operator (Ta/To) teregistrasi pada masing-masing negara.

Bali bukanlah destinasi wisata pertama yang punya masalah karena kedatangan turis. Pada 2018, Thailand juga mengalami hal serupa. Dan Thailand berhasil mengatasi itu dengan membuat regulasi yang ketat.

Guntur berharap Indonesia bisa mengikuti jejak negeri tetangga itu.

“Thailand berhasil memberantas praktik tersebut dengan menerapkan regulasi yang tegas,” kata pria yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kepulauan Riau ini.

Dibatasi?

I Nyoman Darma Putra, dosen dari Universitas Udayana yang banyak menulis soal kebijakan pariwisata, mengusulkan kebijakan lain: membatasi jumlah wisatawan yang masuk hingga menutup objek wisata yang nyaris rusak.

"Mestinya pemerintah melakukan upaya-upaya tidak populer seperti membatasi jumlah turis atau bahkan menutup objek wisata yang cenderung mulai rusak," kata Nyoman kepada reporter Tirto.

Kebijakan ini sebetulnya bukan barang baru. Pada Juli lalu, misalnya, Teluk Maya, Thailand, ditutup empat bulan karena banyaknya sampah dan koral rusak.

Sementara di Bhutan, seorang turis tidak bisa serta merta masuk karena pemerintah negara itu membatasi jumlah turis per tahunnya.

"Dulu sempat ada gagasan agar Bali meniru Bhutan... Toh, wacana itu menguap begitu saja. Bali juga pernah punya kebijakan moratorium pembangunan hotel di Bali selatan karena dianggap sudah kelebihan pasokan (over supply). Nyatanya, kemudian bahkan ada izin untuk mereklamasi Teluk Benoa demi membangun sarana pariwisata di sana, meskipun kemudian izin itu ditolak," kata Nyoman.

Baca juga artikel terkait WISATA BALI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino