tirto.id - Penasihat Senior Dewan Dunia untuk Pengobatan Preventif, Regeneratif, dan Anti-Penuaan (WOCPM), Jusuf Kalla, menilai Provinsi Bali berpeluang menjadi tujuan wisata medis karena didukung akses dan fasilitas kesehatan.
“Jadi orang sambil menikmati keindahan Bali, datang untuk konsultasi atau berobat,” kata Jusuf Kalla di sela Kongres Internasional WOCPM 2024 di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (10/11/2024) dikutip dari Antara.
Wakil Presiden (Wapres) RI periode 2004-2009 dan 2014-2019 itu memberikan masukan untuk pengembangan Pulau Dewata sebagai tujuan wisata medis berskala internasional.
“Tentu rumah sakit yang baik, dokter yang cakap, dan hospitality yang baik serta fasilitas pendukung lainnya,” ucap Jusuf Kalla.
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu menambahkan saat ini dunia mengenal dengan tren pariwisata medis atau pariwisata kesehatan.
Adapun potensi yang dimiliki Bali itu, kata dia, diharapkan menarik Warga Negara Indonesia (WNI) yang selama ini kerap berobat ke luar negeri untuk beralih menjadi berobat di dalam negeri, salah satunya di Pulau Dewata.
Cara tersebut dilakukan oleh sejumlah negara, salah satu di kawasan Asia Tenggara yakni Singapura.
“Jadi sambil orang datang karena ingin sehat, jadi bukan hanya memandang keindahan alam tapi bagaimana juga kesehatan,” ucap Jusuf Kalla.
Sementara itu, Presiden WOCPM, Deby Vinski menambahkan pelaksanaan kongres yang mempertemukan para dokter dan ahli dunia itu memperkuat posisi Bali yang diarahkan untuk menjadi destinasi wisata medis dunia.
Potensi Bali dalam mengembangkan wisata kesehatan itu termasuk dengan mengembangkan terapi sel punca atau stem cells.
“Kami berkolaborasi, membangun jaringan, teknologi akan terus maju. Selain stem cells, kami nanti gabung dengan terapi gen,” imbuhnya.
Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebutkan sudah ada 23 rumah sakit di tanah air yang ditetapkan sebagai rumah sakit wisata medis.
Kemenkes mencatat sekitar dua juta WNI berobat ke luar negeri, terutama ke empat negara yaitu Malaysia, Singapura, China, dan Thailand, dengan nilai nilai pembiayaan pengobatan keluar negeri sekitar 11,5 miliar dolar AS atau lebih dari Rp160 triliun.